PONTIANAK--MICOM: Penambangan emas liar di Kalimantan Barat (Kalbar) kembali marak. Aktivitas ini sangat mengkhawatirkan sebab semakin menambah parah tingkat kerusakan daerah aliran sungai (DAS).
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Hendi Chandra mengungkapkan terdapat sekitar 6.613 hektare (ha) areal penambangan emas ilegal di provinsi ini. Areal pertambangan ini tersebar di 267 lokasi di sejumlah kabupaten.
Menurutnya, keberadaan pertambangan emas liar memberi kontribusi besar terhadap laju kerusakan daerah aliran sungai (DAS) di Kalbar. Di samping itu, perambahan dan konversi hutan menjadi lahan perkebunan.
"Pertambangan ilegal ini tidak hanya dilakukan di darat tapi juga di badan sungai, sehingga menimbulkan erosi, pendangkalan, dan pencemaran sungai," kata Hendi, Rabu (29/12).
Ia mengungkapkan, dari 14,86 juta ha DAS di Kalbar hanya 1,55 juta ha atau sekitar 10,43% dalam kondisi baik. Sedangkan, selebihnya dalam kondisi rusak dengan berbagai tingkatan akibat ekploitasi yang tidak terkendali.
"Ada 1,34 juta ha DAS sangat kritis, 2,10 juta ha kritis, 6,14 juta ha hampir kritis, dan 3,73 juta ha berpotensi kritis," ungkapnya.
Di tempat terpisah, Ketua Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati dan Masyarakat Lahan Basah, Universitas Tanjungpura Pontianak, Gusti Zakari Anshari menyatakan banjir yang melanda sebagian besar wilayah Kalbar akhir-akhir ini merupakan salah satu dampak dari kerusakan DAS. Terutama, DAS Kapuas yang menjadi sungai utama di Kalbar.
"Tofografi Sungai Kapuas sangat rendah, yakni sekitar 0-50 meter dari permukaan laut. Jika kelestarian alam di sekitarnya terganggu, Kapuas akan mudah meluap," jelas Zakaria, yang juga Ketua Forum DAS Kapuas.
Hendi dan Zakaria menyayangkan kebijakan pembangunan di Kalbar yang selama ini yang masih cenderung mengekspolitasi DAS. Padahal, keberadaan DAS memiliki potensi dan fungsi strategis bagi daerah. Mulai dari aspek ekologi, ekonomi, budaya hingga pariwisata.
"Melestarikan DAS juga menjadi salah upaya mengantisipasi dampak perubahan iklim," tegas Zakaria. (*/OL-10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar