Kegiatan pembangunan merupakan upaya manusia untuk mendayagunakan sumberdaya hutan dan lingkungan hidup demi meningkatkan taraf hidup. Demikian cepatnya perkembangan peradaban umat manusia, terutama karena didukung oleh kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sampailah pada suatu taraf budaya, dimana menganggap bahwa dirinya mampu memanipulasi alam dan lingkungan hidup yang sangat merugikan umat manusia itu sendiri, seperti terjadinya banjir, erosi, kekeringan, pencemaran, kerusakan alam, pemborosan sumberdaya alam dan sebagainya.
Berbagai perusakan dan masalah lingkungan tersebut, karena keputusan untuk melakukan pembangunan hanya didasarkan pada kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup dan kemajuan ekonomi semata. Keputusan itu mengabaikan fungsi lingkungan hidup sebagai ruang tempat kehidupan dan penghidupan manusia. Lingkungan sebagai sumberdaya, baik hayati maupun non hayati yang dapat imanfaatkan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu, setiap pemanfaatan dan pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup harus didasarkan pada daya guna dan hasil guna yang optimal dalam batas-batas kelestariannya yang mungkin dapat dicapai. Daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam lainnya yang berkaitan dengan ekosistem.
Perlu adanya perubahan paradigma pengelolaan sumberdaya alam, khususnya sumberdaya hutan dari pengelolaan berbasis kayu menjadi berbasis sumberdaya, bahkan berbasis ekosistem. Pergeseran tahta pemerintahan dari govermentcentris menjadi public-private community participation. Sistem pelayanan dari birokratis normatif menadi profesional responsif-fleksibel netral serta perumusan dan penentuan kebijakan, program dan kegiatan dari top down menjadi bottom up dan partisipatif. Paradigma dan tata nilai baru, perlu menjadi acuan dalam penetapan kebijakan, strategi, program dan kegiatan.
Kabupaten Sintang penyumbang 21,99 persen dari luas kawasan hutan propinsi Kalbar sebagai penyedia Oksigen bagi bumi, Pemanfaatan terbesar untuk hutan produksi terbatas yaitu 31,15 persen, lainnya sebesar 30,69 persen untuk pertanian, sebesar 21,30 persen untuk hutan lindung dan sisanya untuk hutan produksi biasa, taman nasional dan hutan produksi yang dapat dikonversikan. Dilihat dari komposisi luasannya, sebagian besar hutan Sintang dimanfaatkan untuk hutan produksi dan pertanian, hanya 21,30 persen yang digunakan sebagai hutan lindung dan menjalankan fungsi perlindungan dan konservasi. Kondisi ini tidak sejalan dengan kondisi alam Sintang yang memiliki topografi berbukit dan berawa dengan curah hujan rata-rata tahunan yang cukup tinggi serta jenis tanah yang peka terhadap erosi.
Sumberdaya hutan yang sangat strategis itu, semakin terusik dengan masuknya perusahaan perkebunan sawit secara masal yang menganut sistem tanam monokultur. Pembukaan hutan secara masif hampir di semua wilayah kabupaten Sintang. Hutan Sintang mengalami degradasi fungsi yang serius dan dalam kondisi yang memprihatinkan. Kondisi ini pada akhirnya, akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan daerah dan regional serta bumi secara keseluruhan.
Bersambung ...
Kebijakan Pemerintah Pusat dan Khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar