Minggu, 30 Januari 2011

Sikap Optimis Bikin Tubuh Kebal Penyakit

Sikap ini tidak hanya baik untuk emosi Anda, tapi juga meningkatkan daya tahan tubuh.
VIVAnews - Berpikiran optimis tidak hanya baik untuk emosi Anda tetapi juga meningkatkan sistem imunitas atau daya tahan tubuh. Hal itu menurut penelitian yang dilakukan tim peneliti dari dari University of Kentucky, Amerika Serikat.

Penelitian ini, melacak optimisme dan perubahan respon imun pada 124 responden berstatus mahasiswa jurusan Hukum. Para peneliti menemukan, responden
yang lebih optimis, menunjukkan tingkat imunitas tinggi yang diperantarai sel. Respon sel tersebut saat terkena invasi virus atau bakteri asing cukup tinggi. Tetapi, ketika sikap optimis berkurang, aktivitas sel tersebut juga menurun.

Dalam penelitian sebelumnya telah diketahui, adanya hubungan antara kondisi psikologis dan fisik. Sikap optimis ini bisa mengatasi stres dan menangkal penyakit. Selain sikap optimis, faktor genetik dan kepribadian juga bisa mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh.

"Untuk menunjukkan bahwa seseorang, dengan kepribadian dan gen yang sama, memiliki fungsi kekebalan tubuh yang berbeda, ketika ia merasa lebih atau kurang optimis dalam memberikan hubungan yang kuat antara keduanya," kata salah satu peneliti, Suzanne Segerstrom, seperti VIVAnews kutip dari MSNBC.

Dalam penelitian ini, para responden diberikan lima pertanyaan kuesioner. Mereka juga menjalani pemeriksaan imunitas selama satu tahun. Dari kuesioner diketahui kadar optimisme dari para mahasiswa. 

"Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa optimisme mempengaruhi kekebalan tubuh dan meningkatkan emosi positif. Langkah berikutnya, adalah menemukan efek yang sama pada orang tua, yang sistem kekebalan tubuh paling rentan terhadap infeksi," kata Segerstrom.

VIVAnews

Film "Bumi Manusia"

Sutradara Riri Riza (40) kembali akan membuat film dengan latar belakang sejarah yang didasarkan pada sebuah novel. Film ini diharapkan mampu mengimbangi film-film Riri sebelumnya, seperti Gie (2005) atau Laskar Pelangi (2008).

Kali ini, novel yang mendapat giliran adalah karya prestisius Pramoedya Ananta Toer berjudul Bumi Manusia. Novel yang diterbitkan mulai tahun 1990 ini merupakan novel pertama dari Tetralogi Buru yang sempat dilarang peredarannya.

Kabar akan difilmkannya karya Pramoedya ini sebenarnya sudah berembus sejak 2005-2006, tetapi sempat terbengkalai sekian lama. Sampai akhirnya Riri menyatakan siap shooting dengan naskah yang dibuat Jujur Prananto.

Shooting akan dilakukan Agustus-September, Maret 2012 diperkirakan sudah selesai,” kata Riri, yang ditemui bersama Mira Lesmana sesaat sebelum mengisi lokakarya Kompas MuDA di Bali, akhir pekan lalu. Belum diketahui siapa saja yang akan ikut bermain dalam film ini.

Apakah ceritanya akan sama dengan di buku? ”Karena film punya kekuatan dan juga keterbatasan, pasti ada penyesuaian,” papar Riri.

Namun, Riri berusaha menangkap gagasan besar pengarang saat membuat novel itu. ”Novel ini kita anggap karya klasik, kita ambil ide besarnya apa, misalnya pertentangan Barat vs Pribumi,” ujar Riri.


Sumber : Kompas Online

Sabtu, 29 Januari 2011

Habibie dan Mimpi Peradaban Teknologi

Judul Buku : Jejak Pemikiran B.J. Habibie; Peradaban Teknologi Untuk Kemandirian Bangsa Editor : Andi Makmur Makka Penerbit : PT Mizan Pustaka Cetakan : I, November 2010 Tebal : 350 halaman Peresensi : Fatkhul Anas*)

Sebagai Negara berkembang, Indonesia sesungguhnya memiliki potensi yang luar biasa. Sumber daya alam yang melimpah adalah salah satunya. Kandungan zat mineral dengan berbagai jenisnya, tertimbun di dalam bumi Indonesia berabad-abad lamanya. Tak hanya gas bumi; emas, perak, timah, bauksit, pasir besi, dan berbagai jenis tembaga lainnya, siap dipanen dan dimanfaatkan. Indonesia juga memiliki hutan yang kaya akan flora dan fauna. Keanekaragaman hayati itu menjanjikan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk itulah, diperlukan perangkat teknologi canggih agar dapat mengolah segala kekayaan alam tersebut. Dengan teknologi, kekayaan alam yang tak terjamah oleh tangan manusia, bisa dikelola sehingga menjadi barang berharga. Perangkat teknologi inilah yang membantu manusia untuk meneropong masa depannya. Apalagi untuk konteks Indonesia yang wilayahnya begitu luas, teknologi menjadi perangkat penting yang kehadirannya ditunggu untuk kemajuan bangsa.

Mengenai perkenalan dengan teknologi, semenjak kemerdekaan bangsa Indonesia sesungguhnya telah mencoba. Bahkan, Indonesia memiliki ahli teknologi yang cerdas dan brilian yaitu B.J. Habibie. Beberapa gagasannya menjadi titik awal bagi terciptanya iklim teknologi yang massif di Indonesia. Gagasan tersebut dituangkan dalam berbagai artikel, ulasan, maupun ceramah, yang kesemuanya dirangkai dalam buku ini. Meski belum sempurna merekam pemikiran Habibie, buku ini setidaknya menjadi wakil atas kecemerlangan gagasan beliau.

Kehadiran Habibie di kancah teknologi memang mengejutkan, sekaligus menggembirakan. Terkejut karena beliau memiliki gagasan yang brilian, dan gembira karena beliau mau mengabdi di negrinya sendiri. Kedatangan Habibie ke kancah teknologi Indonesia ditandai ketika beliau pada tahun 1973 meninggalkan Jerman demi memenuhi panggilan presiden Soeharto. Saat itu Habibie berumur 35 tahun dan telah memiliki berbagai jabatan prestisius karena beliau menjadi pakar teknologi penerbangan yang disegani di Barat.

Langkah Habibie semakin nyata ketika tahun 1978 beliau dilantik menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Sejak saat itu, terjadi perubahan mendasar pada kegiatan penelitian di Indonesia. Kegiatan penelitian lebih terfokus untuk mengasilkan teknologi yang diterapkan bagi keperluan pembangunan. Sejak saat itu pula, istilah Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), mulai poluler sehingga pada tahun 1993 Iptek dijadikan sebagai salah satu asas pembangunan (hal. 12).

Habibie juga sukses merintis badan-badan penelitian seperti Dewan Riset Nasional (DRN) yang merupakan wadah koordinasi nonstruktural, yang merumuskan program ilmu pengetahuan dan teknologi. Lalu disusul lahirnya Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) sebagai tempat para akademisi untuk menggali ilmu dan teknologi. Tak ketinggalan pula industri strategis, yang beliau bangun di kota-kota yang memiliki perguruan tinggi unggul. Seperti IPTN yang bersinergi dengan ITB Bandung. Industri ini bergerak dalam bidang kedirgantaraan.

Lalu PT PAL di Surabaya bersinergi dengan ITS Surabaya dalam bidang perkapalan dan kelautan. Sedangkan Institut Teknologi Indonesia (ITI) di Serpong bersinergi dengan pusat penelitian di Puspiptek. Produk yang lahir dari integrasi teknologi tersebut juga bermacam-macam, seperti pesawat N-235 dan N-250, kapal Caraka Jaya dan Palwo Buwono.

Gagasan Habibie yang mampu menelorkan berbagai produk diatas, lahir dari analisisnya yang tajam akan kondisi Indonesia. Bagi Habibie, negri ini laiknya penggalan surga karena memiliki kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan alam tersebut harus bisa diolah agar dapat menghasilkan nilai tambah (added value) yang melimpah. Sebagai contoh, pasir besi jika dijual apa adanya tanpa diolah menjadi barang elektronik seperti motor, jelas harganya akan murah. Tetapi kalau mampu diolah menjadi barang elektronik, harganya akan semakin mahal.

Untuk menghasilkan nilai tambah (added value), tentu saja dibutuhkan biaya tambah (added cost). Untuk itulah, pemberdayaan sumber data manusia (SDM) bagi Habibie harus dimaksimalkan. Tujuannya adalah untuk menekan biaya tambah (added cost). Pasalnya, kalau SDM Indonesia mampu mengelola kekayaan alamnya sendiri, tentu tidak perlu membayar lebih untuk tenaga ahli dari luar. Cukup memanfaatkan orang-orang dalam negri saja. Bahkan ini bisa membuka lapangan kerja.

Habibie memang sangat menekankan pemberdayaan sumber daya manusia karena bagi beliau kemajuan lestari suatu bangsa tidak terutama bergantung kepada dimilikinya sumber-sumber kekayaan alam. Tetapi, kemajuan lestari suatu bangsa bergantung pada ketangguhan, keuletan, dan ketrampilan sumber daya manusia (hal 117). Disinilah faktor penting yang sampai sejauh ini masih belum diperhatikan sepenuhnya oleh pemerintah. Selama ini, kita menggembar-gemborkan kemajuan Iptek, tetapi luput untuk mengurus SDM secara serius. Terbukti dengan pendidikan yang belum bisa dinikmati secara layak oleh seluruh warga Indonesia.

Bagi Habibie, perluasan kesempatan pendidikan menjadi prioritas yang harus dilakukan. Pendidikan tetaplah menjadi tonggak utama kemajuan. Karena itu, peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah keniscayaan. Begitu juga dengan upaya mencari keterkaitan dan kecocokan pendidikan dengan dinamika industri.  Ini merupakan tuntutan pendidikan yang tak kalah penting. Problem kemiskinan dan pengangguran bisa berkurang kalau manusia Indonesia memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang kesemua itu didapat dari pendidikan.

Pada dasarnya, Habibie ingin agar dinamika teknologi di negri ini terbangun secara massif sehingga Indonesia menjadi negri dengan peradaban teknologi yang maju. Untuk itu, pembangunan SDM harus terus dilakukan seiring dengan pembangunan teknologi.


*) Peresensi adalah pegiat buku pada Hasyim Asy’ari Institute

Sumber : Kompas Online

Rabu, 26 Januari 2011

Tambang Liar Ancam Kelestarian DAS

PONTIANAK--MICOM: Penambangan emas liar di Kalimantan Barat (Kalbar) kembali marak. Aktivitas ini sangat mengkhawatirkan sebab semakin menambah parah tingkat kerusakan daerah aliran sungai (DAS). 

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Hendi Chandra mengungkapkan terdapat sekitar 6.613 hektare (ha) areal penambangan emas ilegal di provinsi ini. Areal pertambangan ini tersebar di 267 lokasi di sejumlah kabupaten. 

Menurutnya, keberadaan pertambangan emas liar memberi kontribusi besar terhadap laju kerusakan daerah aliran sungai (DAS) di Kalbar. Di samping itu, perambahan dan konversi hutan menjadi lahan perkebunan. 

"Pertambangan ilegal ini tidak hanya dilakukan di darat tapi juga di badan sungai, sehingga menimbulkan erosi, pendangkalan, dan pencemaran sungai," kata Hendi, Rabu (29/12). 

Ia mengungkapkan, dari 14,86 juta ha DAS di Kalbar hanya 1,55 juta ha atau sekitar 10,43% dalam kondisi baik. Sedangkan, selebihnya dalam kondisi rusak dengan berbagai tingkatan akibat ekploitasi yang tidak terkendali. 

"Ada 1,34 juta ha DAS sangat kritis, 2,10 juta ha kritis, 6,14 juta ha hampir kritis, dan 3,73 juta ha berpotensi kritis," ungkapnya. 

Di tempat terpisah, Ketua Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati dan Masyarakat Lahan Basah, Universitas Tanjungpura Pontianak, Gusti Zakari Anshari menyatakan banjir yang melanda sebagian besar wilayah Kalbar akhir-akhir ini merupakan salah satu dampak dari kerusakan DAS. Terutama, DAS Kapuas yang menjadi sungai utama di Kalbar. 

"Tofografi Sungai Kapuas sangat rendah, yakni sekitar 0-50 meter dari permukaan laut. Jika kelestarian alam di sekitarnya terganggu, Kapuas akan mudah meluap," jelas Zakaria, yang juga Ketua Forum DAS Kapuas. 

Hendi dan Zakaria menyayangkan kebijakan pembangunan di Kalbar yang selama ini yang masih cenderung mengekspolitasi DAS. Padahal, keberadaan DAS memiliki potensi dan fungsi strategis bagi daerah. Mulai dari aspek ekologi, ekonomi, budaya hingga pariwisata. 

"Melestarikan DAS juga menjadi salah upaya mengantisipasi dampak perubahan iklim," tegas Zakaria. (*/OL-10) 

Sabtu, 22 Januari 2011

Perda Ulayat Libatkan Masyarakat Adat

SINTANG, TRIBUN - Tokoh masyarakat adat Dayak Kabupaten Sintang, F Kincong, mendukung penuh upaya pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Hutan Ulayat. Perda tersebut akan dibentuk Pmkab Sintang dalam waktu dekat ini.

Namun, Kincong meminta Pemkab Sintang melibatkan masyarakat adat dalam pembuatan Perda tersebut. Dengan demikian bisa diketahui apa sesungguhnya yang dibutuhkan masyarakat adat.

"Kalau pembuatan Perda tidak melibatkan masyarakat adat Dayak, otomatis yang dibutuhkan masyarakat tidak akan terakomodir. Padahal hutan ulayat erat kaitanya dengan masyarakat adat di sekitarnya," ujar Kincong kepada Tribun. (sbs)

Reporter: Slamet Bowo    Editor: Hasyim Ashar





Sumber : Tribun Pontianak

Kamis, 20 Januari 2011

Warga Desa Dedai Ancam Ambil Alih Lahan

SINTANG, TRIBUN - Kesal dengan proses penyelesaian sengketa lahan yang tiadak akhir, masyarakat Desa Baras Kecamatan Dedai Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. berencana melakukan reklaiming lahan mereka. Selama ini, lahan tersebut dikelola perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Wahana Plantation and Product (PT WPP).
 
Juru bicara masyarakat DesaBaras, Riky, kepadaTribun, Rabu (19/1/11) mengatakan, masyarakat sudah jauh-jauh hari menyetujui bersama untuk mengambil alih lahan tersebut. Sebab mereka yakin Pemkab Sintang tidak akan berpihak kepada mereka.
 
"Besok (Kamis) masyarakat mengadakan pertemuan dengan 16 desa lain di Dedai untuk melakukan penolakan terhadap sawit, bersama Komnas HAM, Walhi dan Gemawan. Setelah itu masyarakat akan lansung mematok tanah mereka masing-masing," ungkapnya kepada Tribun.
 
Setelah itu masyarakat akan segera mengajukan perkara sengketa lahan dengan PT WPP tersebut ke jalur hukum melalui Pengadilan Negeri Sintang. Mereka menutut agar perusahaan perkebunan tersebut dicabut ijinya dan tidak lagi beroperasi. 


Bupati Sintang Minta Status Jalan Diubah

SINTANG, TRIBUN - Beberapa titik jalan dalam Kota Sintang, Kalimantan Barat, sejak beberapa bulan terakhir dalam kondisi rusak parah. Hal ini membuat masyarakat menjadi tidak nyaman ketika berkendara dan memperlambat waktu sampai ditempat kerja.
 
Bupati Sintang Milton Crosby, Rabu (19/1/11) mengatakan, pihak Pemkab Sintang akan segera meminta kepada Pemerintah Provinsi Kalbar agar status jalan dalam kota diubah dari jalan provinsi menjadi jalan kabupaten.
 
"Kalau statusnya diubah maka kami akan segera melakukan perbaikan begitu jalan mengalami kerusakan. Saat ini Pemkab hanya bisa melakukan penimbunan ringan, karena jika kami lakukan pekerjaan berat justru akan ditegur oleh Provinsi Kalbar," ungkapnya, 
 
Dari pantauan Tribun, jalan-jalan dalam Kota Sintang yang kondisinya sudah semakin parah antara lain Jl JC Oevang Oeray Baning Kota Sintang, Jl Padat Karya Masuka II Sintang, Jl Sintang-Kelam, Jl Sintang-Sei Ukoi, Jl Lintas Melawi, Jl MT Haryono dan beberapa ruas jalan lain yang merupakan jalan protokol.


Selasa, 18 Januari 2011

Pram, Buku dan Sastra Rasa Penjara

Membincangkan Pramoedya Ananta Toer atau lebih dikenal Pram memang tak ada habis-habisnya, terbukti satu lagi buku biografi menambah khasanah dalam hal itu. Pram memang menarik untuk dibahas, dari sudut manapun terlebih jalan hidupnya yang berliku tak sewajarnya sebagai seorang tokoh perjuangan yang pada akhirnya lebih memainkan penanya dari pada terjun langsung dalam kancah politik nasional. Tapi jangan dikira, menjadi pengarang, menjadi sastrawan justru Pram telah membuat jalur sendiri dan menarik lawan politiknya untuk ikut dalam konsep permainan tinta hitamnya.

Buku Muhammad Rifai, dengan judul Pramoedya Ananta Toer ini memang tidak menghadirkan kebaruan baik data maupun fakta-fakta sejarah, dia hanya merangkumnya, meramunya serta menghimpun cerita-cerita yang berserakan disekitar Pram. Tapi ini patut diapresiasi khususnya bagi mereka yang hendak melakukan penelitian mengenai sosok pram maupun bagi Pramis sendiri. 


Ada beberapa yang menarik perhatian, selain sejumlah karya baik yang dapat terselamatkan ataupun karya-karya yang dihilangkan penguasa sampai cerita dinominasikannya Pram untuk hadiah Nobel Sastra, hal itu pertama, ada dua periode yang menjadi pertentangan besar kalangan sastrawan sebut saja Kelompok Manikebu dengan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang didalamnya ada Pram, yaitu ketika Lekra memenangkan pertaruangan politik dengan ujung dilarangnya kelompok Manikebu oleh Soekarno karena menghalangi cita-cita Revolusi, satu kemenangan Pram secara nyata dengan realisme sosialisnya; dan kelompok Manikebu juga kemudian bersitegang kembali dengan Pram ketika Pram akan dianugerani hadiah Magsaysay Award, tokoh sastra seperti Muchtar Lubis, H.B. Jassin, Asrul Sani, Rendra, Taufik Ismail, Ikranagara da 26 pengarang lainnya melakukan protes terhadap keputusan Yayasan dan mendesaknya membatalkan keputusan tersebut. Alasan mereka peran terkemuka yang selama bertahun-tahun dimainkan Pram sebagai pemuka lekra dalam penindasan terhadap seniman yang tidak sepaham dengan dia, mereka juga berkata “dia memimpin penindasan kreativitas penulis, dramawan, sineas, pelukis dan musikus non komunis, melecehkan kebebasan ekpresi, menyambut pelarangan buku dan piringan hitam dan mengelu-elukan pembakaran buku besar-besaran di Jakarta dan Surabaya.

Disebut juga sebagai faktor pemberat bahwa ‘sebegitu jauh Pramoedya tidak pernah menyesalkan peran yang dilakukannya dahulu, tidak pernah mengakui seluruh sepak-terjangnya dimasa itu sebagai tindakan pemberangusan kemerdekaan kreatif yang dilakukan secara sistematik’, saya menyangkan pendapat Rifai dalam hal ini, dia seolah memberikan simpulan dari kejadian masa lalu yang masih abu-abu itu. Rifai berkata “Pram tetap keras kepala menolak bertobat dan meminta maaf atas kelakuannya sebagai pemuka Lekra. Ia tetap penuh amarah terhadap perlakuan yang ia derita selama 20 tahun lebih.” Pernyataan ini dapat disimpulkan oleh pembaca bahwa Pram benar melakukan apa seperti yang dituduhkan kelompok Manikebu yang minus Goenawan Mohamad, Arif Budiman dan Ajip Rosidi karena mereka justru berada pada kelompok yang kembali memberikan ruang bagi pencarian jalan tengah.

Saya tertarik dengan pernyataan Arif Budiman yang bijaksana “kita menciptakan budaya baru di mana kita saling menghormati martabat orang lain, meskipun dia berlainan pendapat dengan kita. Saya terntu berharap bahwa karena sikap saya ini, Pram akan menjadi setuju dengan saya, bahwa bagi seorang intelektual, kebebasan manusia lebih bernilai  ketimbang kekuasaan”, bahkan Goenawan Muhamad sendiri mempunyai alasan dan tidak menandatangani nota protes tersebut yaitu bahwa Pram masih belum bebas, belum dipulihkan hak-hak sipilnya, masih ada pelarangan terhadap bukunya, pelarangan bepergian ke luar negeri, dan lain-lain.

Jadi simpulan yang masih wilayah kontroversi itu malah akan membuat kontoversi lain lagi. Kedua, pelakuan penindasan, penyiksaan dan tahanan tanpa proses pengadilan yang diterima Pram baik pada masa Orde Soekarno maupun Orde Soeharto oleh Pram tidak dibalas dengan menjelek-jelekan Indonesia begitu bahasa penulis buku tersebut, dalam karya-karyanya Pram mengajak seluruh rakyat dan penguasa Indonesia untuk tidak melupakan para pahlawan yang memberikan sumbangan tenaga, pikiran, harta dan nyawanya untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa Indonesia. Dengan Pram-lah nama Indonesia menjadi terkenal di dunia Internasional lewat buku-buku yang humanisnya serta sarat dengan ajaran-ajaran kemanusiaan, keadilan dan perjuangan HAM-nya. Pertanyaannya, selain Pram pada kedua era tersebut siapa lagi Sastrawan yang dapat kita banggakan, mengharumkan nama bangsanya, kelompok Manikebu yang tetap menghirup udara bebas pun tak mampu melakukannya!

Itu fakta sejarah yang harus dicatat dengan tinta emas, bahwa bangsa Indonesia bangga pernah memiliki seorang sastrawan yang mencapai tingkatan paripurna.  Dan bagi saya, bintang mahaputra itu harus segera disematkan pada dada kirinya walau beliau kini telah tiada, penghargaan terbaik dari bangsa untuk sastrawan yang jadi pahlawan. Jadi, gelar pahlawan itu tak hanya kita berikan pada mereka yang pernah mengangkat senjata bertempur walau jadi tukang bawa peluru tapi bagi sastrawan yang benar-benar telah berjasa memberikan pencerahan dan petunjuk jalan, jadi lentera bagi bangsanya, dalam hal ini saya setuju dengan yang dikemukakan penulis dalam hal nasionalisme Pram yaitu Pram tidak menyetujui penjajahan karena penjajahan telah merusak sendi kehidupan masyarakat, berbangsa termasuk sendi kehidupan keluarga dan menyengsarakan kehidupan manusia, konsepsi nasionalisme Pram dipengaruhi oleh pemikiran revolusi sosialis atau nasionalisme kiri, hal tersebut terlihat dari aspek humanisme, sosialisme, kebencian terhadap barat-asing nasionalisme dari spirit rakyat yang minoritas dan tertindas.

Dan perkembangan konsepsi nasionalisme Pram di era Orba bagaimana nasionalisme keindonesiaan dikontektualkan dengan perlawanan atau penentangan adanya kekuasaan yang absolut, tiran, korup, formalis, dan administratif, dimana Pram berkeinginan kekuasaan yang memberikan kebebasan berekspresi dan berkreasi dan terutama memikirkan kemiskinan warganya; ketiga, berkaitan dengan pelarangan buku yang pernah diderita Pram selama perode kepengaranganya, yang dalam hal ini dimulai semenjak penyerbuan rumah yang sekaligus perpustakaannya pada medio Oktober 1965 dan beberapa buku yang dilarang pihak Kejaksaan, dalam buku ini masih ditulis adanya pelarangan buku tetapi semenjak diumumkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pada 13 Oktober lalu, pelarangan barang cetakan, termasuk buku, kini hanya dapat dilakukan melalui proses hukum dan diputuskan oleh pengadilan. Putusan ini merupakan tanggapan Mahkamah Konstitusi atas permintaan uji materi terhadap UU No 4/PNPS/1963 yang diajukan oleh sejumlah penulis, penerbit, dan peminat bahan bacaan sejak akhir tahun lalu sampai awal tahun ini.

Menanggapi hal tersebut, saya sependapat dengan Atmakusumah (Kompas, 18 Oktober 2010) bahwa larangan peredaran buku tidak pernah efektif dalam situasi politik apa pun. Termasuk pada 30 tahun masa pemerintahan otoriter Orde Baru dan dalam suasana yang sama selama 10 tahun terakhir masa Orde Lama. 


Buku-buku karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer, misalnya, beredar luas di negeri kita pada masa Orde Baru walaupun dilarang oleh Kejaksaan Agung. Meski seorang penjual eceran buku Pramoedya di Yogyakarta ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan negeri, ada keluarga pembaca yang memiliki tiga sampai empat eksemplar dari setiap karya Pramoedya. Ini karena semua anggota keluarga berminat membaca buku—yang terbit selama masa pelarangan—pada waktu bersamaan tanpa harus bergiliran. Kita lihat saja faktanya, buku-buku Pramoedya yang dilarang beredar di Indonesia pada masa Orde Baru menjadi bacaan wajib bagi para mahasiswa jurusan sastra di Malaysia. Salah satu novelnya, yang diterbitkan di Malaysia, memasang foto Wakil Presiden Adam Malik di halaman kulit belakang dan komentarnya yang memuji karya sastra Pramoedya. Jadi seperti dikatakan Dr. Yudi Latif yang tampil sebagai ahli dalam persidangan putusan tentang nasib buku, beliau mengatakan “[Hari ini kita menarik] garis batas antara masa lalu dan masa depan, antara otoritarianisme dan demokrasi, antara masyarakat beradab dan masyarakat biadab.” Dan kini saatnya buku-buku Pram menjadi bacaan wajib juga anak-anak negeri ini, tentunya dengan satu tujuan agar jika kelak jadi penguasa tak berlaku keliru bahkan salah seperti yang pernah dilakukan masa Orde Lama maupun Orde Baru dan terakhir Orde Reformasi. ©
*) Rama Prabu, Peneliti di Dewantara Institute, Dewan Pembaca Indonesia Buku

Sumber : Kompas.com

Pencarian Peradaban yang Hilang

Awal Peradaban "Ex Oriente Lux"
Lepas dari segala kontroversi dan perdebatan ilmiah yang menyertainya, tesis geolog dan fisikawan nuklir dari Brasil, Arysio Santos, yang menyebut Indonesia sebagai lokasi sesungguhnya dari Atlantis, benua yang hilang dalam kisah Plato, mungkin ada benarnya. Santos mengaitkan banyak tradisi lisan di Yunani Kuno, seperti puisi Hesiod dan Homer, dengan peristiwa geologis menghilangnya tradisi besar peradaban manusia karena bencana geologis seperti letusan gunung berapi dan tsunami.
Santos, misalnya, menulis, pembukaan Selat Sunda karena letusan gunung berapi (Krakatau) dikaitkan dengan cerita Hesiod tentang celah besar (khasma mega), tempat semua pelaut menemui ajal jika melintasinya. Santos juga mengutip hikayat tradisional orang Buddha, Jataka, yang bertutur tentang Supparaka, pelaut terbaik dan merupakan salah satu avatar Buddha. Supparaka dalam perjalanannya di lautan selatan tiba di wilayah yang dikenal sebagai Vadavamukha, gerbang neraka yang berapi-api.
Oleh Santos, Vadavamukha disimpulkan sebagai kaldera Krakatau yang berada di bawah permukaan laut. Dia pun menghubungkan cerita Vadavamukha dengan karya besar Homer, Odyssey, yang bertutur soal hikayat Ulysses dan pelayarannya ke lautan selatan. Menurut Santos, Ulysses menemui apa yang ditemui Supparaka, tetapi oleh Homer disebut Charybdis atau pusaran kematian.
Di bab 2 bukunya, Atlantis, The Lost Continent Finally Found, Santos menuliskan, siapa pun yang mau membandingkan rincian puisi Homer dengan kisah Jataka, pasti akan menyadari keduanya berasal dari sumber yang sama, yang sudah teramat kuno. Selanjutnya, Santos menyimpulkan, ciri geografis Vadavamukha sesungguhnya bisa ditemukan di wilayah Indonesia, bukan di Laut Mediterania (tempat kebudayaan Yunani Kuno) atau Atlantis, yang dari namanya hampir sama dengan kata atlantik.
Keragaman tradisi
Dalam seminar Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) di Pangkal Pinang, November 2010, seorang peserta seminar mempertanyakan, apakah tidak mungkin melacak tesis Santos dari kekayaan tradisi lisan Nusantara. Dia percaya, dengan kekayaan dan keragaman tradisi lisan di Nusantara, sangat mungkin wilayah yang sekarang bernama Indonesia ini memang menjadi pusat peradaban dunia.
Menurut aktivis ATL dari Jawa Timur, Henry Nurcahyo, tradisi lisan seperti dongeng sebenarnya tidak serta muncul begitu saja tanpa fakta yang melatari. Bahwa dongeng atau cerita rakyat tersebut kemudian dibumbui khayalan dan imajinasi penutur, itu persoalan lain. Yang jelas, dongeng biasanya muncul setelah ada faktanya. Dongeng tentang Sangkuriang muncul setelah ada Gunung Tangkubanparahu. Dongeng tentang Danau Toba juga muncul setelah ada Danau Toba-nya. Dongeng biasa muncul setelah ada fakta yang diceritakan.
Melihat rangkaian hikayat dan tradisi lisan yang dianalisis Santos dari Yunani Kuno hingga tradisi Hindu dan Buddha, terutama yang terkait dengan Atlantis—sebagai bentuk peradaban modern ribuan tahun sebelum Masehi— mungkin saja tesis ilmuwan Brasil itu ada benarnya.
Namun, menurut Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia Mukhlis PaEni, masih terlalu dini menyimpulkan Indonesia sebagai tempat asal muasal peradaban modern seperti Atlantis yang diceritakan Plato. ”Masih diperlukan banyak pembuktian. Santos mengaitkan cerita-cerita yang ada di Asia dan kemudian menghubungkannya dengan proses geologi, seperti letusan gunung, untuk menyimpulkan bahwa Atlantis sebenarnya ada di Indonesia. Ini harus dibuktikan dengan penelitian secara luas dan komprehensif,” ujar Mukhlis.
Menurut Mukhlis, tradisi lisan yang masih bertahan di Nusantara hingga kini juga tak mungkin bisa digunakan untuk melacak tesis Santos, bahwa Indonesia dulunya merupakan tempat peradaban modern seperti digambarkan Plato dalam cerita tentang Atlantis. Banyak cerita dalam tradisi lisan Nusantara menginduk ke cerita besar yang asalnya bukan berasal dari Indonesia, melainkan India, seperti Mahabarata dan Ramayana. Usia hikayat tutur asli Nusantara seperti I La Galigo di Sulawesi juga masih terlalu muda jika harus dibandingkan dengan tradisi lisan seperti cerita Plato tentang Atlantis.
Mukhlis mengakui, ada beberapa peristiwa geologi yang mengubah wajah dunia terjadi di Indonesia, seperti letusan terdahsyat Gunung Toba lebih dari 70.000 tahun lalu. Majalah Sciencemencatat, letusan termuda Gunung Toba merupakan peristiwa vulkanis paling besar di Bumi dalam dua juta tahun terakhir. Letusannya memuntahkan 2.800 kilometer kubik magma, yang 800 kilometer kubik di antaranya terbang ke atmosfer, menyelimuti lapisan Bumi sepanjang Laut China Selatan hingga Laut Arab.
Antropolog dari Amerika Serikat, Stanley Ambrose, pada tahun 1998 memperkenalkan Teori Bencana Toba. Berdasarkan teori ini, letusan Gunung Toba mengubah iklim global. Akibatnya, populasi manusia berkurang drastis. Garis evolusi yang menghubungkan spesies manusia modern dengan primata lain terputus. Teori ini diperdebatkan, tetapi cukup menggambarkan kedahsyatan letusan.
Di sisi lain, sampai saat ini penduduk asli yang mendiami kawasan di sekitar Danau Toba, yakni suku Batak, percaya nenek moyang mereka merupakan manusia pertama yang diturunkan ke Bumi. Tempat turunnya manusia pertama kali dalam tradisi lisan orang Batak adalah Pusuk Buhit, satu puncak bukit di Pulau Samosir, pulau yang terletak di tengah Danau Toba. Dari sinilah kemudian manusia menyebar.
Namun, folklor orang Batak soal persebaran manusia dan klaim mereka bahwa nenek moyang manusia pertama kali turun di tempat satu suku bangsa tinggal ternyata tak hanya dimiliki orang Batak. Orang Toraja pun punya cerita serupa. Nenek moyang mereka manusia pertama di Bumi. Suku-suku lain di Indonesia juga begitu.
Masih dibutuhkan penelitian interdisipliner, dari geologi, antropologi, arkeologi, paleoantropologi, hingga fisika, untuk membuktikan bahwa Indonesia dulunya merupakan pusat peradaban modern seperti dalam cerita Plato tentang Atlantis.
Tidak cukup hanya menggali tradisi lisan. Namun, seperti kata Santos, ex oriente lux, Matahari datang dari Timur. Dan, sudah terbukti, arus peradaban besar datang dari timur, seperti India dan China, lalu bergerak ke barat. Sebelum akhirnya kolonialisme Barat menenggelamkan banyak peradaban di Timur.
Jadi, mungkin saja Atlantis yang hilang itu memang ada di Indonesia. Siapa tahu...!
(Khaerudin)

Sumber : Kompas.com

Minggu, 16 Januari 2011

Pola Kemitraan Cekik Masyarakat

SINTANG--Kritik keras dilontarkan anggota komisi II  DPRD Sintang Franseda, terkait pola kemitraan perkebunan sawit di Kabupaten Sintang. Ia menilai beroperasinya perkebunan sawit di wilayah Sintang dan sekitarnya, bukannya memberi kesejahteraan tapi justru ‘mencekik’ masyarakat setempat.“Keberadaan perkebunan sawit yang menganut pola kemitraan, pola plasma dan plasma inti ini perlu dikaji ulang oleh pemerintah daerah. Karena sampai saat ini, yang namanya pola kemitraan itu tidak memberikan kesejahteraan pada masyarakat sekitar perkebunan yang nyata-nyata memiliki plasma inti,” tegas kepada wartawan, belum lama ini. Dengan terang-terangan Franseda kemudian menyebut salah satu perusahaan di Nanga Mau Kecamatan Kayan Hilir, yang di nilainya tak optimal dalam menerapkan pola kemitraan yang berpihak pada masyarakat. Menurut dia, sampai sekarang keuntungan yang diterima masyarakat tidak pernah berubah atau mengalami kenaikan sejak adanya investasi yang masuk ke daerah tersebut.

“Masyarakat di sana, malah banyak yang terlilit masalah kredit perkebunan yang diagunkan pada pihak perbankan. Jangankan untuk biaya kesejahteraan hidup, membayar kredit pun mereka setengah mati,” katanya.“Seolah-olah perusahaan mengutamakan kebun inti miliki perusahaan daripada kebun rakyat (mitra). Padahal, yang menanggung beban kredit adalah uang rakyat yang bertahun-tahun sudah lamanya,” sambungnya.Jika melihat dari sisi ini, maka sangat jelas kalau banyak kesalahan yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Karena tidak memberikan sosialisasi yang sebenarnya pada masyarakat. “Untuk itu, Pemda Sintang harus mengkaji ulang izin perkebunan. Keluhan dan aspirasi yang mencuat dari masyarakat ini hendaknya bisa disikapi dengan bijak. Jangan dibiarkan begitu saja tanpa ada penanganan yang riil,” pintanya.





Sumber : Pontianak Post

Sabtu, 15 Januari 2011

Degradasi Fungsi Hutan Kabupaten Sintang Memprihatinkan

Kegiatan pembangunan merupakan upaya manusia untuk mendayagunakan sumberdaya hutan dan lingkungan hidup demi meningkatkan taraf hidup. Demikian cepatnya perkembangan peradaban umat manusia, terutama karena didukung oleh kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sampailah pada suatu taraf budaya, dimana menganggap bahwa dirinya mampu memanipulasi alam dan lingkungan hidup yang sangat merugikan umat manusia itu sendiri, seperti terjadinya banjir, erosi, kekeringan, pencemaran, kerusakan alam, pemborosan sumberdaya alam dan sebagainya.
Berbagai perusakan dan masalah lingkungan tersebut, karena keputusan untuk melakukan pembangunan hanya didasarkan pada kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup dan kemajuan ekonomi semata. Keputusan itu mengabaikan fungsi lingkungan hidup sebagai ruang tempat kehidupan dan penghidupan manusia. Lingkungan sebagai sumberdaya, baik hayati maupun non hayati yang dapat imanfaatkan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu, setiap pemanfaatan dan pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup harus didasarkan pada daya guna dan hasil guna yang optimal dalam batas-batas kelestariannya yang mungkin dapat dicapai. Daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam lainnya yang berkaitan dengan ekosistem.
Perlu adanya perubahan paradigma pengelolaan sumberdaya alam, khususnya sumberdaya hutan dari pengelolaan berbasis kayu menjadi berbasis sumberdaya, bahkan berbasis ekosistem. Pergeseran tahta pemerintahan dari govermentcentris menjadi public-private community participation. Sistem pelayanan dari birokratis normatif menadi profesional responsif-fleksibel netral serta perumusan dan penentuan kebijakan, program dan kegiatan dari top down menjadi bottom up dan partisipatif. Paradigma dan tata nilai baru, perlu menjadi acuan dalam penetapan kebijakan, strategi, program dan kegiatan.
Kabupaten Sintang penyumbang 21,99 persen dari luas kawasan hutan propinsi Kalbar sebagai penyedia Oksigen bagi bumi, Pemanfaatan terbesar untuk hutan produksi terbatas yaitu 31,15 persen, lainnya sebesar 30,69 persen untuk pertanian, sebesar 21,30 persen untuk hutan lindung dan sisanya untuk hutan produksi biasa, taman nasional dan hutan produksi yang dapat dikonversikan.  Dilihat dari komposisi luasannya, sebagian besar hutan Sintang dimanfaatkan untuk hutan produksi dan pertanian, hanya 21,30 persen yang digunakan sebagai hutan lindung dan menjalankan fungsi perlindungan dan konservasi. Kondisi ini tidak sejalan dengan kondisi alam Sintang yang memiliki topografi berbukit dan berawa dengan curah hujan rata-rata tahunan yang cukup tinggi serta jenis tanah yang peka terhadap erosi.
Sumberdaya hutan yang sangat strategis itu, semakin terusik dengan masuknya perusahaan perkebunan sawit secara masal yang menganut sistem tanam monokultur. Pembukaan hutan secara masif hampir di semua wilayah kabupaten Sintang. Hutan Sintang  mengalami degradasi fungsi yang serius dan dalam kondisi yang memprihatinkan. Kondisi ini pada akhirnya, akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan daerah dan regional serta bumi secara keseluruhan.

Bersambung ...
Kebijakan Pemerintah Pusat dan Khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang ...

Kamis, 13 Januari 2011

Lahan Karet dan Sawit di Kalbar Meluas

Perkebunan sawit dan karet telah terbukti mendongkrak ekonomi masyarakat. Mengapa lingkungan jadi korban. Ada propaganda via LSM?

Pontianak. Pada tahun 2017-2020 daerah sasaran perkebunan kelapa sawit dan karet di Kalbar akan bertambah luas mencapai 2 juta hektar tersebar di 12 kabupaten. Namun upaya untuk membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat ini sering terbentur Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan isu lingkungan.

“Jika target perkebunan ini berjalan lancar, otomatis akan dibangun pabrik guna menandingi produksi minyak matahari di Eropa, dan industri karet di Amerika,” kata Drs Cornelis MH, Gubernur Kalbar ketika menghadiri acara Muswil Muhammadiyah ke 13, belum lama ini.

Geliat negara berkembang ini untuk menuju pasar bebas memang membuat negara maju ketar-ketir. Wajar jika diembuskan isu global warming ke negara berkembang. Sementara mereka sendiri paling banyak melakukan pencemaran udara dengan industri besarnya.

“Ini trick dari negara maju yang perang pasar dagang negara maju dengan isu global warming. Pada kesempatan ini saya menjelaskan, jangan percaya dengan NGO yang diintimidasi dari negara Eropa,” ucap Cornelis.

Cornelis tak menampik dalam pengembangannya ada tanah adat yang diambil atau terabaikan. Tetapi itu dikarenakan masyarakat adat sendiri tidak memiliki dokumen dan kekuatan hukum yang tetap atas kepemilikan dokumen tanah yang lengkap.

“Masalah ini saya sampaikan ke pengadilan internasional. Saya dituduh melakukan pelanggaran HAM, padahal ini imbas dari ekspansi sawit masa lalu. Saya cerita dengan menteri lingkungan hidup bahwa mereka yang makan, kita sekarang yang cuci piring,” ujar Cornelis.

Menanggapi rencana tersebut, Direktur Lembaga Pengkajian Studi dan Arus Informasi Regional (LPS AIR) Kalbar, Deman Huri Gustira menilai, rencana tersebut bisa menimbulkan bencana bagi Kalbar. Sebab, untuk merealisasikan hal tersebut terlebih dahulu mengsingkronkan dulu Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), baru bisa merealisasikan 2 juta hektar kebun sawit dan karet.

“Draf RTRWPnya saja belum ditandatangani pusat. Kalau saya lihat drafnya cukup berbahaya. Khususnya di daerah aliran sungai (DAS). Sekarang saja banjir terjadi di beberapa titik di Kalbar dikarenakan hutan sudah banyak dibabat dan tak mampu menahan laju air,” kata Deman.

Hal ini, kata Deman, terjadi di Kabupaten Kapuas Hulu dikarenakan hutannya sudah habis ditebang. “Menyangkut RTRWP belum matching. Baik dari Dinas PU Kalbar, Bapedalda dan Dishut Kalbar. Pemerintah hendaknya melakukan penyeragaman RTRWP dahulu. Draftnya sekarang ini masih dianggap buku suci. Ini harus dipublikasikan agar kita tahu daerah mana saja yang menjadi sasaran perkebunan sawit dan karet,” ujar Deman.

Jika alasan ingin mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD), kata Deman, salah kaprah. Kenyataan belum ada dampak pada PAD Kalbar karena pajak dari produksi sawit dan karet ini diambil pusat. “Ini sebuah ketidakadilan. Karena pajaknya langsung diserahkan di pusat ini merugikan daerah. Sekarang ini PAD Kalbar didukung dari kendaraan bermotor,” terang Deman.

Sementara itu, Hendi Chandra dari WALHI Kalbar menuturkan kalau penanamannya hanya untuk kepentingan investasi skala besar, maka yang dikorbankan pastilah rakyat dan lingkungan hidup.

“Penguasaan agraria ini hanya segelintir orang saja. Kalau sesungguhnya untuk kepentingan rakyat kebanyakan tidak ada persoalan. Untuk lahan sebanyak itu pastilah akan mengorbankan tegakkan hutan, gambut dan lahan masyarakat untuk para investor. Akibatnya bencana ekologi akan meluas,” tegas Hendi. (boy)


Sumber : Equator news.com

Senin, 10 Januari 2011

96 PASAL HUKUM ADAT TUMBANG ANOI


Penyeragaman hukum adat hasil Rapat Damai Tumbang Anoi tahun 1894 meliputi pasal-pasal berikut ini:
Pasal 1
Singer Tungkun (denda adat merampas istri orang lain)
Dikenakan pada barangsiapa yang berani membujuk, merampas istri atau suami orang lain sehingga akibatnya pria/wanita itu cerai dengan suami/istri yang terdahulu dan kawin dengan wanita/pria baru yang menungkun. Contoh: A berani mengambil wanita/pria B, suami/istri C. Singer Tungkun dapat dikenakan pada A.
Ancaman singer tungkun:
  1. Dua kali nilai palaku adat kawin B dulu bagi C.
  2. Lima belas kati ramu (tekap bau mate) bagi keluarga C.
  3. Pakaian sinde mendeng (satu stel pakaian bagi C).
  4. Nilai ganti rugi biaya pesta kawin B dulu bagi C sekeluarga.
  5. A menanggung biaya pesta perdamaian adat khusus (makan-minum bersama, memotong dua ekor babi bagi alam dan masyarakat setempat, dimana acara saling saki, lamiang sirau sirih masak kiri-kanan, lilis peteng, sanaman pangkit hambai hampahari, dll pelengkapnya.
  6. A menanggung biaya pesta kawin barunya dengan B.
  7. A menanggung resiko singer terhadap anak/istrinya sendiri jika dia sudah berkeluarga.
Pasal 2
Singer Tungkun Balang, dosa palus (gagal merampas, tapi berzina)
Jika terjadi kasus seperti Pasal 1 tapi C mengambil atau menerima kembali, sehingga singer tungkun menjadi batal. Tapi A dapat diancam dosa sala (zina) sebesar 100-300 kati ramu. Sambil memperhatikan isi perjanjian B dan C terdahulu serta tinggi rendahnya martabat B dan C dan proses kejadian khusus itu ditutup dengan pesta persaudaraan damai adat yang ditanggung ilah A atau A, B dan C menurut pertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 3
Singer Hatulang Belom (denda dalam perceraian sepihak)
Pihak mantir atau pemangku adat memperhatikan perjanjian dan keterangan para saksi perkawinan dulu dan mempelajari kasus kejadian, pihak mana yang bersalah melanggar perjanjian sendiri, mempertimbangkan alasan, sengaja atau tidak sengaja alasan yang masuk akal atau dibuat-buat.
Ancaman hukuman:
  1. Sesuai dengan perjanjian kawin.
  2. Para mantir adat dapat memberatkan atau menambah hukuman setinggi-tingginya 30 kati ramu jika dipandang perlu.
  3. Jika ada anak, segala barang rupa tangan dibagi dua atau terkecuali ada pertimbangan lain oleh mantir
  4. Biaya pesta adat makan-minum bersama ditanggung pihak yang bersalah.
Pasal 4
Singer Hatulang Palekak Sama Handak (denda perceraian karena kehendak bersama)
Oleh mantir adat, atas permintaan yang bersangkutan untuk mengusahakan suatu perceraian, mempelajari alasan-alasan mereka, mempertimbangkan, menuntut hak dan beban masing-masing antara lain:
  1. Memberi harta rupa tangan menurut perjanjian kawin dahulu.
  2. Jika ada anak, harta rupa tangan menjadi hak anak.
  3. Jika tidak ada anak, harta dibagi secara damai, bagi dua, atau bagi tiga dipatutkan dengan pertimbangan para mantir adat.
  4. Biaya pesta adat, makan-minum bersama hambai hampahari (pesta persaudaraan) dengan hakekat pengumuman bagi segala unsur lingkungan hidup, baik yang tampak maupun yang tak nampak (panggutin petak danum) ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Pasal 5
Singer Palekak Pisek/Panggul Pupuh (denda batal janji tunangan atau calon tunangan)
Kasusnya:
Kedua pihak orang tua pernah saling janji dikuatkan dengan pesta pisek akan mengawinkan anaknya, walaupun anak mereka pada waktu itu masih kecil. Kemudian oleh salah satu pihak dibatalkan sehingga patut dihukum.
Sanksinya:
  1. Pihak yang membatalkan dihukum sesuai dengan janji semula.
  2. Jika pihak wanita yang membatalkan, maka semua barang titipan yang pernah diterimanya dari pihak pria, patut dikembalikan dua kali lipat, ditambah dengan beberapa, patut menuntut pertimbangan para mantir adat, namun pisek dikembalikan.
  3. Jika pihak pria yang membatalkan, maka pihaknya tidak  boleh menuntut apa saja yang suda diberikan malah dapat dihukum membayar singer kaleket sekurang-kurangnya biaya pesta pisek dulu
  4. Biaya pesta adat makan bersama, ditanggung oleh pihak yang membatalkan.
Pasal 6
Singer Tungkun Paisek (denda karena berani merampas tunagan orang lain)
Kasusnya:
Pihak A sudah bertunangan dengan pihak B, pernah dikokohkan dalam suatu acara hisek. Dikemudian hari, datang gara-gara dari pihak C sehingga mufakat A dan B gagal.
Sanksinya:
Pihak C dan B diancam hukuman adat atas permintaan sebagai berikut:
  1. Sikap tekap bau mate 15-60 kati ramu bagi keluarga A, dari pihak C, lebih-lebih jika A itu wanita
  2. B dan C membayar kalekak paisek (pasal 5) bagi A.
  3. C membayar atau menanggung biaya pesta adat singer tungkun paisek (hambai hangkat persaudaraan) antara A dan B dalam acara makan-minum bersama.
Pasal 7
Singer Tihi Sarau Sumbang Tulah (denda hamil gelap, sumbang tulah)
Kasusnya:
Wanita A hamil gelap (sarau) akibat zina dengan pria B yang salah janjang atau sumbang (hurui tamput) atau karena silsilah kerabat yang bukan silsilah darah atau akibat zina, tulah (salah jenjang silsilah darah). Diperlukan darah hewan korban yang besar, babi atau sapi atau kerbau demi pelestarian alam lingkungan hidup masyarakat setempat (penggantin petak danum) diperlukan upaya pembasuhan maksiat, palis pali, bersih desa, pelestarian lingkungan.
Sebagai penjelasan, masyarakat adat paling tidak suka atau enggan menerima kehadiran predikat anak sarau karena hal itu terjadi akibat atau gejala kehancuran kesusilaan manusia. Gejala yang memudarkan pengendalian diri sehingga mendekati moral binatang, kelestarian lingkungan tidak lagi serasi-selaras dan seimbang, gara-gara ulah dua orang jenis manusia yang diam-diam menjadikan dirinya sebagai binatang; jadi merusak ungkapan belom bahadat. Justru itu mekanis pengusutan kasus ini memerlukan ketrampilan khusus dari para pemangku adat, terutama bagaimana menggali keterangan dari pihak wanita yang bersangkutan, sehingga pihak pria yang bersangkutan tidak berkutik. Biasanya kasus pasal ini dibagi menjadi 3 kategori:
  1. Zina hasil sesama jenjang silsilah
  2. Zina, hasil tidak sejenjang silsilah yang sumbang bukan silsilah darah (hurui tamput)
  3. Zina, hamil tidak sejenjang silsilah darah (hurui daha) keatas atau kebawah (hurui anak, aken, atau esu) biasa disebut tulah
Jika sudah diketahui teman zina (pria) yang menghamili wanita bersangkutan dan diketahui kategori mana peristiwa itu, maka pengusutan konkrit dilaksanakan oleh masyarakat setempat bersama-sama dengan ketua adat atau pemangku adat.
Pelaksanaan sanksi:
Jika sarau sumbang:
  1. Pesta adat potong hewan babi, darahnya dibagi-bagi ke seluruh kampung untuk saksi palas bumi, air dan langit (lingkungan hidup). Dagingnya dimakan bersama, pesta diluar rumah, pria dan wanita bersangkutan dipanggil seperti memanggil hewan untuk makan dan mengambil makanan tidak boleh dengan tangan sendiri tetapi mengambil makanan langsung dari mulutnya.
  2. Mereka berdua harus meniru-niru binatang, makan dan minum dihadapan orang banyak dimuka umum.
  3. Pihak pria yang bersangkutan menanggung biaya pesta adat pelestarian itu seluruhnya.
  4. Pihak pria membayar 90-180 kati ramu kepada pihak wanita.
  5. Tekap bau mate 30-60 kati ramu bagi keluarga wanita.
  6. Tambalik Jela, 15-30 kati ramu kalau mereka jadi.
  7. Terus kawin ditambah nilai serendah-rendahnya 45 kati ramu. Tetapi jika mereka tidak jadi kawin, pria yang bersangkutan hanya membayar biaya pesta adat pelestarian itu seluruhnya, 90-180 kati ramu, tekap bau mate 30-60 kati ramu.
Jika sarau tulah:
Pesta adat di luar rumah. Potong hewan besar, sapi atau kerbau. Darahnya dibagi-bagi ke beberapa kampung sekitarnya untuk pelestarian alam lingkungan. Upacara dipimpin oleh seorang Pisur, basir tukang tawur saksi palas pohon buah-buahan. Daging hewan itu dimakan bersama diluar rumah. Kedua orang, wanita/pria yang bersangkutan dipanggil makan mirip seperti memanggil binatang, mereka mengambil makanan dalam sebuah dulang mirip seperti hewan maka, tidak boleh mengambil makanan dengan tangan tapi langsung dengan mulut. Menjadikan diri sebagai binatanag dihadapan umum.
  1. Pihak pria bersangkutan menanggung biaya pesta adat pelestarian itu seluruhnya.
  2. Membayar denda senilai 120-210 kati ramu bagi pihak wanita, atau disisihkan sebagian untuk keperluan kampong.
  3. Tekap bau mate 45-75 kati ramu bagi keluarga wanita atau tetangga sekampung
  4. Keduanya tidak boleh dikawinkan.
Pasal 8
Singer Tihi, Sarau Sawan Oloh (denda hamil gelap dengan istri orang lain)
Kasusnya:
Pria A berani mengganggu, merayu, berzina sampai hamil wanita B istri C. Dengan cukup bukti, C menuntut keberatan.
Sanksi:
Jika B belum pernah beranak maka A diancam hukuman denda 30-75 kati ramu. Tetapi kalau wanita B sudah ada anak maka dendanya dapat diancam denda 120 kati ramu sampai dengan 180kati ramu bagi C dan anaknya.
Pakaian sinde mendeng bagi bapak dan anak. Pesta adat, saki palas darah babi, makan-minum bersama, lilis peteng, sanaman pangkit, seluruhnya ditanggung A. Tekap bau mate dari A bagi waris B dan C sedikitnya 15-30 kati ramu.
Pasal 9
Singer Sarau Tihi Bujang (denda hamil gelap gadis perawan)
Kasusnya:
Seorang pria A mengganggu, menggoda, membujuk wanita B yang bujang, berzina sampai hamil kemudian diketahui oleh orang lain/umum dan menjadi kasus.
Sanksi:
  1. Singer tekap bau mate 15-30 kati ramu.
  2. Singer dosa sala (zina) 30-45 kati ramu.
  3. Jika tidak kawin, harus adanya jaminan anak yang dikandung wanita B, 30-60 kati ramu.
  4. Jika terus kawin, pria membayar jalan hadat kawin.
  5. Jika pria A ada anak-istri, istrinya dapat menuntut sebagai kasus tersendiri.
  6. Biaya pesta adat makan-minum bersama ditanggung oleh A.
Pasal 10
Singer Marusak Balu (denda merusak janda)
Kasusnya:
Pria A kedapatan berzina atau sampai hamil wanita janda B, bekas istri arwah C.
Sanksi:
Pria A dapat diancam singer karusak balu sesar 30-60 kati ramu bagi waris arwah C jika B belum tiwah. Tapi jika sudah tiwah, maka materi singer itu jatuh ke tangan waris wanita B. Jika wanita B ada anak, maka singer ditambah 15-30 kati ramu bagi anak-anaknya. Pesta adat makan-minum ditanggung oleh pria A.
Pasal 11
Singer Sala Basa dengan Sawan Oloh (denda salah tingkah pada istri orang lain)
Kasusnya:
Pria dewasa yang berkunjung sendirian ke rumah istri orang lain dan atau dapat dicurigai, diduga mengganggu istri orang yang bersangkutan, atau wanita lainnya di rumah itu.
Sanksi:
Pria dewasa yang sering berkunjung itu dapat diancam oleh singer sala basa atas keberatan atau pengaduan suami wanita yang bersangkutan sebesar 15-30 kati ramu bagi suami wanita yang dimaksud.
Pasal 12
Singer Sala Basa dengan Bawi Bujang (denda salah tingkah pada gadis perawan)
Kasusnya:
Seorang pria yang mengajak seorang atau beberapa orang gadis perawan dengan tidak seijin keluarga atau bapak-ibunya, menyendiri atau tidak jelas tujuannya. Tingkah-laku demikian dapat dianggap memberi malu bagi keluarga, seolah-olah menjadikan gadis itu dibuat menjadi ringan di mata umum (tidak sopan)
Sanksi:
Pria sedemikian dapat dihukum dengan ancaman singer sala basa 15-30 kati ramu.
Pasal 13
Singer Sala Basa dengan Oloh Beken (denda salah tingkah dengan orang lain)
Kasusnya:
Perbuatan atau tingkah lakunya terhadap seseorang atau orang lain ke arah yang memberi malu, merusak nama baik, mengancam, oleh seseorang terhadap orang lain pria/wanita atau terhadap barang kepunyaan orang lain.
Sanksi:
Perbuatan atau tingkah demikian dapat diancam hukuman sala basa 15-30 kati ramu.
Pasal 14
Singer Paranggar Raung ( denda pelanggaran raung atau peti mati)
Kasusnya:
Pria A kawin dengan wanita B denda bekas suami arwah B yang masih belum ditiwahkan. Menurut adat oleh janda B (pengurusan tulang-belulang C masih menjadi beban/tanggung jawab janda B), sedangkan perkawinan AB tidak seijin waris terdekat almarhum C sehingga ahli waris C dapat menuntut singer paranggar raung terhadap A dan B.
Sanksi:
A dan B dapat diancam denda sebesar 90-120 kati ramu bagi waris C untuk cadangan biaya tiwah, tapi tidak berarti sang janda bebas dari kewajiban tiwah arwah suaminya (C). Biaya pesta adat ditanggung A dan B.
Pasal 15
Singer Palangi Pangarai (singer cadangan untuk biaya tiwah)
Kasusnya:
Pria duda A istrinya B dan baru saja mati karena bersalin melahirkan anak, pihak keluarga wanita B ingin mengharap kepastian atau jaminan dari upacara meniwahkan arwah B.
Sanksi:
Pria duda A diharuskan memberi kepastian atau jaminan dengan menyisihkan atau menitipkan materi senilai 120-150 kati ramu, untuk cadangan biaya tiwah pada pihak keluarga B dihadapan para orang-tua, dalam pesta adat kecil melalui behas tawur diberitahukan juga arwah B di negeri akhirat.
Pasal 16
Singer Sahiring (denda pembunuhan)
Pasal ini berkaitan dengan pasal 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, dan 27.
Kasusnya:
Si A mati terbunuh atau dibunuh oleh pihak B seorang atau beberapa orang.
  1. Jika kematian A ada kesalahannya yang sah antara lain mengganggu wanita, merampas barang, atau kesalahan lainnya, yang dapat dibuktikan kebenarannya, maka perincian nilai singer sahiring dapat dipotong demi kesalahannya atau karena pembunuhnya membela diri, terbukti dengan luka-lka bagian muka, samping atau belakang (tidak sengaja/terbunuh).
  2. Jika dibunuh dengan sengaja, berencana, atau karena mengingini sesuatu dari si A atau karena ada alasan lainnya sehingga menguatkan anggapan sengaja dibunuh.
  3. Oleh para pemangku adat dan mantir adat diperlukan kejelian dan kemampuan dalam pemeriksaan. Untuk ini diperlukan beberapa orang pemangku adat agar ikut serta mempertimbangkan beberapa macam pasal singer adat yang memberatkan dan unsur yang meringankan (memperhatikan sifat-sifat sengaja atau tidak sengaja dalam kasus pembunuhan itu).
Sanksi:
Pihak keluarga A boleh saja menuntut singer sahiring sebesar 375-750 kati ramu, tapi para pemangku adat menempati diri berada ditengah-tengah (mengadili kasus itu).
  1. Pihak B karena perbuatannya dapat diancam hukuman adat 17 singer bangunan pasal 18 singer timbal, pasal 19 singer tetek, pasal 20 singer salem balai, pasal 21 singer paramun hantu, pasal 22 singer tipuk danum, pasal 23 singer biat himang, pasal 24 singer pengecuali bunu, pasal 25 singer tulak haluan, pasal 26 singer tetes hinting bunu dan pasal 27 singer puseh panguman.
  2. Jika terdapat kepastian bahwa si A ada kesalahan maka dari materi singer-singer tersebut diatas dapat dipotong atau dikurangi.
  3. Singer adat yang tidak boleh dipotong ialah pasal-pasal 20 salem balai, pasal 21 paramun hantu, dan pasal 22 tipuk danum.
Pasal 17
Singer Banguhan, Penyau Sangguh, Penyau Penyang (denda mebunuh, basuh tombak dan basuh penyang)
Kasusnya:
Orang-orang yang mula-mula melaksanakan pembunuhan di sebuah bangunan, karena dia dan tombaknya atau senjatanya yang patut dibasuh pada tingkat pertama disebut singer. Pada tingkat kedua siapakah yang menyuruh dia berbuat demikian, apakah hatinya sendiri atau disuruh dan diupah oleh orang lain disebut si B. Jadi karena penyang si B, maka si A berbuat. Dan penyang inilah yang patut dibasuh. Justru itu pasal ini disebut penyau sangguh dan penyau penyang.
Sanksi:
Si A pada tingkat pertama diancam hukuman penyau sangguh sebesar 30-75 kati ramu bagi warisan korban. Demikian pula si B diancam hukuman penyau penyang sebesar 30-60 kati ramu bagi waris korban. A dan B ini mungkin terdiri dari satu orang saja jika perbuatan itu atas kehendaknya sendiri otomatis diancam singer banguhan denda 60-135 kati ramu diatas satu orang saja.
Pasal 18
Singer Timbal-Timbalan (denda terhadap pembantu pembunuhan)
Kasusnya:
Sesudah orang lain berbuat melaksanakan pembunuhan pada tingkat pertama, dan tingkat kedua pada pasal 17 pasti disusul perbuatan tingkat ketiga oleh satu orang atau lebih yang membantu, yang disebut timbal. Perbuatan tingkat ketiga inilah yang menjadi isi pasal ini (tersebut disini si C).
Sanksi:
Peranan C yang membantu pembunuhan satu orang atau lebih, masing-masing diancam hukuman timbal sebesar 15-30 kati ramu bagi waris korban.
Pasal 19
Singer Tetek Uyat (denda potong leher)
Pekerjaan memotong leher orang yang sudah mati, dibunuh, membawa, memisah kepala orang dari tubuh mayatnya untuk tujuan atau maksud apa saja, tersebut disini si D.
Sanksi:
Perbuatan yang sedemikian dapat diancam hukuman pasal ini dengan denda 75-105 kati ramu bagi waris korban. Dianggap perbuatan pembunuhan pada tingkat keempat dalam teknik pengusutan dan pengadilan.
Pasal 20
Singer Selem Balai (denda berdamai masuk balai)
Kasusnya:
Salah seorang dari pihak pembunuh yang tampil sebagai tempat tuduhan pertama, sementara pengusutan lebih lanjut, dia tampil sebagai pengambil alternatif menghindari terjadinya pembunuhan balas dendam (habunu atau asang dari waris korban yang dibunuh), dia juga belum tentu terlibat dalam perbuatan pembunuhan itu. Disini kita sebut si E sebagai menjadi penjamin menawarkan ajakan berunding damai disebut selem balai terhadap penuntut sahiring yang mungkin dari negeri jauh.
Sanksi:
Hukum adat dasar dalam pasal ini sebesar batun singer 30-60 kati ramu, ije kungan hadangan, dua lamiang panyinggau, sanakan tampajat dan pelengkap lainnya senilai 75 kati ramu (denda dasar ini pada akhirnya dibayar oleh orang yang sebenarnya membunuh setelah diusut).
Pasal 21
Singer Paramun Hantu (denda sarana kelengkapan jenazah)
Kasus:
Waris korban yang dibunuh menuntut pihak pembunuh membayar adat kelengkapan jenazah, dengan ilustrasi bayangannya sebagai berikut:
  1. Lalang umah-e
  2. Sandapang entang-e
  3. Mariam/lela
  4. Taring gajah
  5. Tarikan penyang
  6. Sipet telep
  7. Ewah bumbun
  8. Sangkarut karungkung
  9. Salau
  10. Hentang satagi bulau
  11. Suwang sansila
  12. Pinding
  13. Lawung batawur
  14. Purun pararani
  15. Tarai
    1. Talawang kalumit
  16. Batis
  17. Saling lamiang
  18. Lilis nanas peteng
  19. Lunju
  20. Sangguh rabayang
  21. Sambar timpung
  22. Sindai
  23. Kabali
  24. Kuantan piring
  25. Mangkuk;
  26. Arut
  27. Besei teken kajang biru
  28. Bangunan jala
  29. Pisi pisi pilus
  30. Behas balut
  31. Barok
  32. Baluh
  33. Bulau samenget
  34. jipen due titi
  35. Tantawak garantung,
  36. Kangkanong
Ilustrasi bayangan ini dapat dilengkapi, diganti dengan 75 kati ramu atau 150 gulden atau jipen lime. Dibayar oleh pihak pembunuh kepada waris yang dibunuh (lihat sanksi pasal 15).
Pasal 22
Singer Tipuk Danum (Denda adat Simburan Sir)
Kasusnya:
Oleh dan dari pembunuh, terhadap dan untukwaris orang yang dibunuh.
Kedua pihak saling basuh kaki dengan hakekat saling maaf dalam suatu acara khusus yang biasa disebut teras hinting bunu (lihat pasal 27)
Dalam pasal ini menetapkan ketentuan khusus tipuk danum dalam kasus pembunuhan
Sanksi:
Batun singer sebesar 75 kati ramu (jipen lime) tambah bawui saki, lilis peteng, sanaman pangkit. Pihak pembunuh menanggung biaya pesta adat makan-minum bersama sebagai penutup. Nilai hasil singer ini akan dibagi seluruh warga yang korban.
Pasal 23
Singer Biat Himang (Denda adat perihal luka berdarah)
Kasusnya:
Dalam pandangan keadatan disebut Sahiring jika korban itu sampai mati. Tetapi kalau korban itu hanya luka saja disebut biat. Keadaan luka ada beberapa susun, misalnya luka ringan atau luka berat, juga luka dangkal dan luka dalam, ditentukan oleh keterangan para mantir adat atau para saksi dan bukti. Demikian pula susun singer dan darah hewa sakinya. Mulai telur ayam, balung ayam, darah ayam, sapi dan kerbau. Demikian pula susun nilai materi singernya menjadi dsar pertimbangan para pemangku adat dalam menata pasal ini.
Sanksi:
Untuk luka ringan yang tidak sengaja, urut susun singer biatnya sampai luka besar, dari 5-50 kati ramu. Untuk luka ringan yang sengaja, terurut susun sampai luka berat, dari 515-150 kati ramu. Ditutup salam suatu pesta adat kecil, walaupun sederhana.
Pasal 24
Singer Penyau Lewu Panyali Bunu (Denda pembasuhan kampung yang membantu pembunuhan)
Kasusnya:
Seseorang atau beberapa orang atau salah satu orang kampung yang telah menyambut orang yang membawa kepala orang, sampai pesta tahusung taharang dapat dianggap perbuatan yang bersekongkol membunuh. Kemudian diketahui oleh waris korban, maka mereka diancam dengan pasal ini.
Sanksi:
Untuk kesalahan pesta penyambutan itu, mereka dapat dituntut pasal ini sebesar 45-75 kati ramu oleh pihak waris korban.
Pasal 25
Singer Ulas Tulak Haluan (Denda putar/tolak haluan)
Kasusnya:
Waris korban pembunuhan yang datang, mungkin dari kampung yang jauh dengan maksud mengurus atau menuntut sahiring. Tapi pihak pembunuh atau terdakwa menunda waktu dengan alasan panen padi atau memufakati seperlunya.
Sanksi:
Untuk hal demikian tidak hanya susup mulut, tapi sekaligus dengan membayar materi tanda pengakuan sebesar 15-30 kati ramu (dapat pula berlaku 1-2 kali, demikian pula ……pasal ini diberlakukan).
Pasal 26
Singer Puseh Panguman (Adat pesta makan/minum)
Penjelasannya:
Dalam sesuatu posisi adat damai dalam segala persoalan, sahiring, biat, tungkun, mili balinga, makan bersama dalam suasana lega sambil mengampuni, saling saki atau hambai hangkat, saling membasuh rasa dendam kesumat.
Dalam suasana demikian, sekedar untuk tanda peringatan atau kenang-kenangan para tamu serta para penyelenggara pesta boleh meminta sesuatu atau merelakan pemberiannya. Misalnya: piring mangkok, pakaian atau parang dan alat senjata lainnya, terkecuali barang barang berharga.
Pada waktu itu tidak boleh ada orang-orang berkelahi, tidak boleh ada persoalan atau sengketa, tidak boleh ada yang luka atau berdarah. Jika sampai ada yang terjadi demikian, maka pembuat gara-gara dapat diancam denda antara 15-30 kati ramu.
Pasal 27
Singer Tetes Hinting Bunu (Denda adat menghentikan permusuhan)
Penjelasan:
  1. Mengakhiri bunu permusuhan antara manusia perorangan atau antar kelompok.
  2. Untuk mengakhiri baleh bunu dengan kayu kalau ada yang mati terbunuh, terjepit, atau tertusuk kayu di hutan (terhadap unsur flora).
  3. Mengakhiri baleh bunu dengan bajai kalau ada orang yang mati disambar buaya atau ular berbisa atau unsur fauna lainnya.
  4. Mengakhiri baleh bunu danum jika ada atau beruntun mati lemas dalam air.
  5. Demikian pula halnya terhadap beberapa unsur taluh/roh gaib yang jahat hati dengan manusia.
Pelaksanaannya:
  1. Dalam suatu upacara pesta adat potong hewan besar seperti babi, sapi atau kerbau dihadapan orang banyak.
  2. Melalui behas tawur, mengundang unsur taloh/roh gaib, dan liau tertentu, diundang atau dijemput pula unsur ilah-ilah penguasa lingkungan langit, bumi dan air,, diminta ikut serta menghakimi atau menyaksikan sumpah/janji.
  3. Dalam pesta adat makan bersama ini dilaksanakan acara khusus yang disebut sapa sumpah pasak teguh malentup awang baluh, hatatek uei, malabuh batu, marapak ijang pahera, hatawur uyah kawu, hatindik sawang-bungai, mamapak baji/paku hai intu batang kayu bagita hai dengan hakekat bersama pihak yang pernah bermusuhan saling tidak akan dendam, saling berbasuh rasa bermusuhan.
  4. Dari pihak-pihak yang berani melanggar sumpah/janji ini, pihaknya akan dimakan atau terjadi sasaran oleh sumpah sebanyak tersebut diatas (lihat pasal 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, dan 26).
Keterangan singer sahiring menurut norma hukum adat mengenai kasus pembunuhan secara ringkas:
  1. Musibah karena unsur flora, dibalas bunu dengan unsur flora, diakhiri dengan sumpah/janji dalam perdamaian.
  2. Musibah karena unsur fauna, dibalas bunu dengan unsur fauna, diakhiri dengan sumpah/janji dalam suatu perdamaian yang sama.
  3. Demikian juga sifatnya dengan sesama manusia.
  4. Sasaran sebenarnya terhadap a dan b di atas, ialah menuju roh gaib (taluh) yang menunggang fisik (tubuh) a atau b sebagai/dianggap bersekongkol dengan kedua oknum. Dari kedua unsur itu, yang mencoba untuk bertindak jahat terhadap manusia, sehingga manusia berak menuntut dan menghukum, unsur lainnya diikutsertakan.
Pasal 28
Singer Rampas Takau Ramu Huang Huma (denda mencuri/merampas barang di dalam rumah)
Penjelasan:
Rumah yang ditinggalkan, kemudian diketahui barangnya ada yang hilang,. Ada atau tidak ada orang yang dicurigai, patut dilaporkan pada ketua adat setempat.
Sanksi:
  1. Pencuri yang mengambil/membawa barang orang lain senilai 10 kati ramu, dapat diancam singer adat sebesar 15-30 kati ramu.
  2. Hukumannya bertambah jika nilai barang curiannya tinggi. Lebih lagi kalau ada kerusakan rumah yang dibuat oleh orang yang mencuri.
  3. Dapat diringankan sedikit kalau barang curian itu dapat dikembalika seluruhnya atau sebagian dengan tidak rusak. Ditutup dengan pesta kecil.
Pasal 29
Singer Rampas Takau Ruar Huma (denda adat curi-rampas barang diluar rumah)
Penjelasan:
Barang milik orang di luar rumah, hilang dicuri orang lain, pemiliknya memberitahukan kehilangan itu kepada ketua adat setempat, walaupun waktu itu tidak diketahui siapa yang berbuat, tetapi kemudian diketahui hal ini, langsung dituntut.
Sanksi:
Pencurinya diancam hukuman 15-30 kati ramu, dapat ditambah kalau nilai barang itu tinggi dan sisa barang itu sengaja dirusaki. Dapat diringankan kalau barang itu dikembalikan sebagian atau seluruhnya dalam keadaan baik. Ditutup dengan pesta adat yang ditanggung oleh pihak pencuri.
Pasal 30
Singer Rampas Takau Bawui Manuk (denda mencuri /merampas babi dan ayam)
Penjelasan:
Pencuri ayam atau babi yang nilainya 15-20 kati ramu atau lebih tinggi sifatnya kalau babi itu bawui sahur dan manuk sawung.
Sanksi:
15-30 kati ramu jika babi dan ayam biasa. 30-60 kati ramu jika nilainya lebih tinggi atau bawui sahur/manuk sawung. Dapat diringankan kalau ada barang itu/kembali atau pencurinya sungguh-sungguh merasa menyesal. Pencurinya menanggung biaya pesta adat kecil untuk makan-minum bersama.
Pasal 31
Singer Rampas Besei Teken ( denda adat mencuri, merampas pengayuh atau galah)
Penjelasan:
Peranan pengayuh atau galah amatlah dominan sebab menyangkut kesejahteraan keluarga untuk  ke ladang mencari ikan, penyeberangan, lebih-lebih jika dalam perantauan atau di tengah perjalanan.
Sanksi:
Dapat diancam hukuman 15-30 kati ramu ditambah biaya pesta adat sederhana, makan dan minum bersama.
Pasal 32
Singer Rampas Takau Arut-Timba ( denda mencuri/merampas perahu atau timba)
Penjelasan:
Pasal ini mencerminkan bukan karena barang itu langka atau mahal harganya, tetapi lebih menitikberatkan pada nilai/guna yang dominan bagi masyarakat pada umumnya. Lebih-lebih jika pemiliknya sedang sangat membutuhkan, sehingga dirasa sebagai unsur sabotase baginya.
Sanksi:
Perbuatan sedemikian diancam hukuman 15-30 kati ramu. Dapat diringankan kalau pencuri itu terpaksa berbuat karena menolong musibahnya atau musibah orang lain, atau dikembalikan barang itu pada pemiliknya.
Pasal 33
Singer Takau Rampas Bua-Pambulan (denda mencuri buah-buahan)
Penjelasan:
Kasus ini perlu penelitian yang lebih luas antara lain”
Apakah pohon itu ditanam sendiri oleh pengadu atau pohon buah warisan atau dibelinya dari orang lain.
Apakah tersangka mengambil sampai habis atau sambil merusak sarang buah, dahan dan batang buah itu.
Atau apakah buah itu untuk dijual.
Sanksi:
Pasal ini paralel dengan pasal 29 dan dapat dihukum denda 15-30 kati ramu, tetapi dapat ditambah atau dikurangi menurut pertimbangan pemangku adat berdasarkan hasil komisi, apakah mereka berfamili, apakah nilai curian itu dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Pihak yang bersalah atau bersama-sama menanggung ongkos perkara termasuk biaya persta adat, makan bersama pada akhirnya.
Pasal 34
Singer Takau Suhuk (denda merampas, menipu, mencuri, menyimpan, merampas barang orang di dalam rumah)
Penjelasan:
Pencurian/penipuan atau perampasan barang yang terjadi di dalam rumah yang sedang tidak ada orangnya atau ditunggu oleh orang lanjut usia atau anak kecil.
Sanksi:
Dapat diancam hukuman 20-45 kati ramu. Sambil memperhatikan unsur yang meringankan dan unsur yang memberatkan. Apakah dilakukan oleh orang yang belum bujang, barang ada yang kembali adalah sikap penyelesaiannya.
Apakah pelaku pernah berbuat demikian dan untuk apa barang itu digunakan.
Pelaku kejahatan ini menanggung biaya pesta adat makan bersama sebagai penutup singer.
Pasal 35
Singer Kabalangan Dagang (denda batal dagangan)
Penjelasan:
Barang dagangan yang sudah putus harga-jual belinya kemudian dibatalkan oleh penjual atau pembelinya tanpa alasan yang kuat, sehingga merugikan bagi salah satu pihak.
Sanksi:
Sikap demikian dapat dituntut 15-30 kati ramu. Lebih atau kurangnya tergantung pertimbangan para mantir adat, dan ditutup dengan makan bersama.
Pasal 36
Singer Balang Bagi Hasil Meto Pambelom (denda bagi hasil hewan ternak)
Penjelasan:
Memiliki induk hewan ayam, babi, sapi atau kerbau, sudah sepakat dengan selaku pemelihara, dengan perjanjian bagi hasil kalau sudah beranak selama ditangan pemelihara. Kemudian salah satu pihak membatalkan kesepakatan itu tanpa alasan yang kuat.
Sanksi:
Pihak yang merasa dirugikan boleh menuntut 10-30 kati ramu.
Pasal 37
Singer Karak Tawan Tatau (denda pembebasan keluarga yang mampu)
Penjelasan:
Si A dihukum oleh sidang pengadilan adat harus membayar sejumlah denda karena berbuat pelanggaran adat setempat sedangkan si A sendiri tidak mampu untuk membayar.
Sanksi:
Dalam keluarga yang mampu, demi tidak memalukan waris atau pihak keluarga, sedapat mungkin mereka berusaha membayar senilai denda itu, sehingga si A dapat dibebaskan dari sifat sebagai tawanan, sesudah keluarganya membayar singer karak tawan tatau.
Pasal 38
Singer Karak Tawan Jipen (denda adat pelepasan orang/keluarga yang tidak mampu)
Penjelasan:
Si A yang tidak mampu membayar sejumlah denda akibat perbuatannya, para keluarganya pun tidak mampu untuk membayar maka terpaksa dicarikan orang lain diluar lingkungan keluarganya atau siapa saja atau si B.
Sanksi:
Si A dengan sendirinya langsung dianggap menjadi budak si B atau dengan kata lain menjadi pembantu si B selama si A belum mampu membayar pengembalian uang si B yang disebut karak tawan jipen.
Pasal 39
Singer Nalinjam bahu Himba Balik Uwak (denda adat pinjam bekas ladang hutan perawan)
Penjelasan:
Si A berladang membuka hutan perawan menebang kayu-kayu besar, suatu pekerjaan yang berat dan sukar. Tahun berikutnya atau beberapa tahun belum digarap ulang olehnya. Garapan tahap kedua itulah yang disebut balik-uwak sebagai hak jasa si A pada garapan pertaqma.
Sanksi:
Jika si B mau menggarap bekas ladang itu, dia wajib membayar jasa si A selaku penggarap pendahulu sebesar: 1) pemberian sukarela. 2) beras dan ayam putih, batu asahan, besi parang, beliung san manas lilis.
Hak bekas ladan itu berikutnya sesudah digarap si B atau dua tahun, kembali menjadi hak si A seterusnya.
Pasal 40
Singer Pikir Tipu Anak Oloh ( denda adat memperdaya anak-anak)
Penjelasan:
Barang siapa memperdayakan atau sengaja menjalankan tipu muslihat terhadap anak-anak dengan maksud jahat terselubung merugikan orang lain dapat diancam dengan pasal ini.
Misalnya: si A adalah seorang anak tanggung, dibujuk atau diperalat oleh seseorang atau beberapa orang dewasa B untuk berbuat yang melanggar hukum. Dalam kasus yang demikian si A diperdaya atau diperalat oleh si B.
Sanksi:
Si B harus dihukum lebih berat dan si A hanya dihukum ringan atau dibebaskan. Paling tinggi si A dapat dituntut ¼ dan ¾ bagian dari beban denda.
Pasal 41
Singer Tuwe Talian ( denda adat tuba tepian tempat mandi)
Penjelasan:
Si A sendiri atau bersama-sama kawan bertemian mandi pada sebuah sungai atau danau/baruh. Tiba-tiba dikejutkan/terkejut karena tepian mandinya tercemar air tuba oleh pihak B dan kawan-kawannya yang tidak memberitahu terlebih dahulu rencana penubaan itu kepada mereka yang bermukim dihilir atau dibahagian perairan yang bersangkutan.
Sanksi:
Pihak A dapat menuntut pihak B singer tuwe talian sebesar 15-30 kati ramu, tergantung dengan pertimbangan para kepala adat setempat perihal berat atau ringannya denda tersebut diatas.
Pasal 42
Singer Kawin Hanjean Arep (denda adat kawin darurat oleh oknum pria dan wanita diluar jalur keadatan yang wajar)
Penjelasan:
Pria A dan oknum wanita B sebab menjalin perhubungan rahasia diluar pengetahuan masing-masing keluarganya, pada suatu saat dengan tekad yang bulat mempersekutukan diri dengan cara:
  1. Oknum pria A datang menyerahkan diri ke rumah wanita B, serta menyatakan tekadnya kepada keluarga B atau sebaliknya, wanita B datang menyerahkan diri ke rumah pria A dan menyatakan tekadnya pada mereka.
  2. Perbuatan nekat kedua insan ini mengejutkan para waris serta masyarakat adat setempat, sehingga tuan rumah berseangkutan mengundang para orang tua untuk bersidang mematutkan langkah-langkah berikutnya terhadap perbuatan A dan B yang dianggap kurang sopan itu dengan alasan: a) keduanya dianggap sudah berzina b) keduanya sudah merampas hak kedua orang-tuanya c) perbuatan yang memalukan waris pihak wanita.
Sanksi:
Jika A mendatangi rumah B, maka A dapat dihukum membayar:
  1. Singer tekap bau mate sebesar 15-30 kati ramu bagi waris B.
  2. Jalan hadat kawin keluarga B (takar gantang).
  3. Sambil memperhatikan pasal-pasal 6-12.
  4. Singer dosa-sala dan singer sala-basa (sala hadat).
Jika wanita yang datang ke rumah A maka semua nilai denda adat A ini hanya dibebankan separo saja terkecuali Tekap Bau Mate harus dibayar penuh. Perihal berat-ringannya sangat tergantung dengan pertimbangan para mantir adat setempat, demi tercapai sasaran keserasian lingkungan.
Pasal 43
Singer Adat Kawin Hajambua ( denda adat kawin kembar istri)
Penjelasannya:
Pria A yang atas pertimbangan pribadi, memadukan dua orang istri berkumpul dalam satu rumah, patut dan diwajibkan membayar saki palas bagi istrinya dan anak-anaknya atau anak tirinya bersamaan dengan pelaksanaan makan/minum bagi masyarakat setempat.
Sanksi:
A membayar pakaian sinde mendeng (satu stel pakaian) untuk masing-masing istri dan anak, dan biaya pesta pesta potong babi atau sapi, manas lilis peteng, sanaman pangkit, palas darah, tampung tawar dan pelengkapnya di hadapan para orang tua.
Pasal 44
Singer Teren Katulas Nuang ( denda adat tega hati terhadap orang lain yang kena musibah)
Penjelasan:
Barang siapa yang tega hati atau dengan sengaja atau membiarkan dengan sengaja melalaikan kewajiban membantu orang lain yang sedang ditimpa bahaya. Misalnya:
-          Tidak membantu orang yang sedang karam
-          Tidak membantu orang yang sedang terluka parah.
-          Tidak membantu orang yang sedang kenan musibah kebakaran.
-          Tidak membantu orang yang hampir lemas tenggelam.
-          Tidak membantu anak kecil yang sedang tersasar.
-          Tidak membantu orang yang kena sakit mendadak.
-          Tidak melerai anak-anak yang sedang berkelahi/bertengkar.
-          Memberi keterangan bohonh kepada orang yang minta pertolongan termasuk saksi palsu dalam persidangan adat.
-          Membiarkan atau tidak memberitahukan dengan sengaja musibah yang akan menimpa diri seseorang sedangkan ia mengetahui pasti kejadian itu. Atau sebagai bentuk musibah yang mirip seperti tersebut diatas dapat dikenakan ancaman pasal ini.
Sanksi:
Dapat dihukum paling tinggi 30 kati ramu bagi pihak yang jadi korban. Berat-ringannya tergantung pertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 45
Singer Karusak Ramu ( denda adat kerusakan barang berharga)
Penjelasannya:
Orang yang merusak barang orang lain, dengan atau tidak sengaja, pasal ini tetap menuntut pertanggungjawaban. Berat atau ringannya sangat tergantung antara perbuatan sengaja atau tidak sengaja sebagai pertimbangan.
Sanksi:
  1. Si perusak diharuskan memperbaiki kembali atau mengganti barang atau senilai barang itu.
  2. Jika barang itu bernilai tinggi, diperlukan ketelitian pertimbangan para ketua adat menilai bukti kerusakan itu dan mutu perbaikannya sebelum memutuskan denda sebesar 15-90 kati ramu. Sepihak atau kedua pihak menanggung biaya pesta adat bersama sebagai penutup.
Pasal 46
Singer Hadat Tampahan Ramu (denda adat gantian barang yang rusak)
Penjelasannya:
A pemilik barang yang dirusak oleh B dan A membawa barang yang rusak itu sambil menuntut B mengganti dengan barang baru saja sesuai dengan isi pasal ini singer tampuhan jika B merusak barang itu dengan sengaja. Tapi jika tidak sengaja, hukumannya ringan saja.
Sanksi:
Kalau sengaja, B dihukum 15-30 kati ramu disamping pengganti baru barang itu atau membayar senilai harganya, dan barang yang rusak itu diserahkan pada B. Kalau tidak sengaja, hanya mengganti baru barang itu saja.
Pasal 47
Singer Panyahempak Tungkun ( denda adat penyempurnaan hukum kawin)
Penjelasan:
Pasal ini lanjutan penyempurnaan dari pasal 1, jika pasal 1 perihal perkara terhadap C, bekas suami wanita B. Maka pasal ini, perihal pria A sekeluarga berhadapan dengan wanita B sekeluarga. Pria A ingin menjalin rasa kekeluargaan mereka dengan wanita B sekeluarga karena mereka telah menjadi suami-istri.
Sanksi:
Pihak A membayar jalan hadat kawin kepada pihak B. Pihak A membayar singer panyahempak tungkun sebesar 15-30 kati ramu kepada pihak B, serta menanggung biaya pesta makan-minum.
Pasal 48
Singer Kehu Huma Lewu ( denda adat membakar rumah orang)
Penjelasan:
Akibat perbuatan A, sehingga terbakar rumah orang lain yang menimbulkan orang itu menderita banyak kerugian.
-          Oleh pemangku adat diteliti dengan seksama apakah sengaja atau lalai/tidak sengaja, asal api itu dari si tertuduh.
-          Demikian pula sebaliknya, kebenaran kerugian si korban yang diajukan, diteliti sebaik-baiknya. Kesemuanya didasarkan pada bukti, pengakuan para saksi-saksi yang meyakinkan.
Sanksi:
Para pemangku adat akan mempertimbangkan dendanya antara 15-200 kati ramu atau sampai menempu, jika tidak mampu membayar.
Pasal 49
Singer Kehun Karusak Kubur, Sandung Pantar (denda kerusakan/kebakaran kubur, sandung pantar)
Penjelasannya:
Barangsiapa dengan sengaja membakar/merusak kuburan tua, yang nyata-nyata adanya sandung pantar di suatu tempat tertentu. Para pewaris atau orang yang baik hati mempunyai kewajiban menghornati dan melindungi tempat seperti itu.
Sanksi:
  1. Dengan pasal ini, pelaku dapat dihukum dengan denda adat sebesar 30-45 kati ramu
  2. Yang membuat kesalahan menanggung biaya pesta kecil di lokasi dengan korban babi, upah tukang tawur atau orang yang berkomunikaswi dengan para arwah yang meninggal sebagai pernyataan maaf.
  3. Selain denda batun singer tersebut diatas, harus diberikan ayam hidup, lilis manas peteng, sanaman pangkit bagi pihak waris yang menerimanya termasuk pula biaya perbaikan sandung pantar itu seperlunya.
Pasal 50
Singer Tandahan Randah (denda adat tuduhan serampangan)
Penjelasan:
Barangsiapa yang seenaknya serampangan menuduh, merendahkan orang lain, ringan bibir, lancang, menghina, memburuk-burukkan orang lain sehingga memalukan orang tersebut dengan bicara yang menusuk hati, maka pasal ini dapat dikenakan baginya.
Sanksi:
Batun singer 30-45 kati ramu (2-3 jipen), menanggung biaya pesta damai adat untuk makan bersama saling maaf dan saling palas.
Pasal 51
Singer Tanda Hantuen (denda adat tuduhan hantuen atau koyang)
Penjelasan:
Barang siapa berani menuduh orang hantuen tanpa alasan yang kuat atau bukti-bukti yang meyakinkan, dapat dituntut berdasarkan pasal ini karena menyebut orang lain hantuen (manusia setan).
Sanksi:
  1. Jika si penuduh tidak mampu membuktikan tuduhannya dikenakan denda adat sebesar 45-90 kati ramu (jipen 3-6)
  2. Penuduh wajib menanggung seluruh biaya pesta adat damai makan bersama dan saling saki palas serta saling maaf.
  3. Dilengkapi dengan pemberian ayam hidup, lilis peteng, sanaman pangkit, untuk penutup acara.
Keterangan:
Untuk membuktikan seorang itu hantuen atau tidak, sangat sulit/ langka sekali/pribadi sekali. Mirip dengan menusia harimau di Sumatra atau cerita drakula di Eropa.
Pasal 52
Singer Tandah Dosa Sala ( denda adat tuduhan zina)
Penjelasan:
Seorang pria atau wanita A yang menuduh B pernah berzina dengannya, sedangkan dia sendiri tidak berani hasapa (sumpah) secara adat, sedangkan si B sudah siap untuk bersumpah (hasapa secara adat). Jika demikian, A ternyata memfitnah B dan B dapat menuntut berdasarkan pasal ini.
Sanksi:
A diancam membayar B 30-60 kati ramu serta menanggung segala biaya pesta damai adat seperlunya.
Pasal 53
Singer Tandah Sarau (denda adat wanita hamil gelap yang menuduh pria serampangan)
Penjelasan:
Wanita A yang sedang hamil gelap (sarau) menunjuk pria B secar serampangan karena hanya merasa tertarik hati saja, bukan karena kebenaran yang terbukti/sesungguhnya. Dia tidak berani hasapa secara adat. Sedangkan B sudah bersedia (lihat pasal 7, 8, 9)
Sanksi:
Sikap wanita A yang sedemikian diancam hukuman 15-45 kati ramu (jipen 1-3) tergantung pertimbangan para pemangku adat setempat, sambil memperhatikan antara lain: taktis, kebingungan, sifat kedua-belah pihak yang bersangkutan selama pengusutan atau informasi lingkungan.
Keterangan tambahan:
Memang menjadi hal yang unik bagi para pemangku adat untuk menembus hati nurani rakyat yang sejujurnya dari seorang wanita yang sedang dilanda kebingungan dan panik saat hamil gelap. Keterangan saksi tidak mungkin karena perbuatan zina sangat pribadi. Justru itu para pemangku adat sangat mengandalkan teknik untuk membuktikan kejujuran nurani wanita yang bersangkutan, sehingga fakta lain hanya menunjang.
Pasal 54
Singer Kabalangan Jaon Janji (denda adat batal janji/ingkar)
Penjelasan:
Seseorang sudah berjanji dengan orang lain (A dengan B). A sudah berjanji pada B akan memberikan sesuatu atau dilaksanakan pekerjaan pada saat yang sudah disepakati bersama. Kemudian A tidak setia/ingkar pada janji itu sehingga merugikan sekali bagi B (janji dibatalkan oleh A).
Sanksi:
Dalam hal demikian, B dapat menuntut kerugian pada A berdasarkan pasal ini. Serendah-rendahnya 15 kati ramu dan setingi-tingginya sesuai keputusan para mantir adat setempat ditambah dengan biaya pesta damai secara adat untuk penutupnya.
Pasal 55
Singer Jaon Janji Hambai (denda batal janji hambai)
Penjelasan:
  1. Sejak dulu dikenal beberapa hambai anak angkat, pahari angkat, bapak angkat yang latar belakangnya karena: penangisan di waktu bayi atau sering sakit, mimpi-mimpi yang beruntun, jasa-jasa baik yang berkesan bagi kedua-pihak, pemantapan rasa persahabatan yang kokoh lestari.
  2. Adat hambai dapat terjadi antar keluarga, antar golongan maupun terhadap orang asing dikenal antara hambai masak. Hambai masak dikokohkan dengan acara khusus yakni pesta potong ayam dan babi, hatuhir takiri daha, kasansulang saki, saling beri/terima batun hambai sejumlah barang, dihadapan orang banyak sebagai pernyataan janji kedua belah pihak.
Sanksi:
  1. Kemudian hari salah satu pihak berkata atau berbuat sebagai tidak setia dengan hadat hambai masak tersebut sehingga mengecewakan pihak lainnya (jago huang) dan merasa merugikan.
  2. Pihak yang membatalkan dapat dihukum 30-45 kati ramu ditambah dengan penggantian akibat keruguannya.
Pasal 56
Singer Sule Kasalan Luang (denda adat kecewa kesalahan perantara)
Penjelasan:
A mengirim kabar/pesan penting, B menyanggupi akan menyampaikan pesan A kepada C di tempat lain. Nyatanya kemudian diketahui bahwa penyampaian pesan A tidak sempurna dan akibatnya A dan C dirugikan gara-gara perbuatan B sebagai perantara (luang).
Sanksi:
Rasa sule atau basule (kecewa) dari A dan C sehingga A atau C dapat menuntut B berdasarkan pasal ini. B dapat dihukum 10-30 kati ramu untuk A dan C.
Pasal 57
Singer Uhus Kumpang (denda adat uhus kumpang)
Penjelasan:
Keluarga A dan keluarga B bersama-sama ingin pindah rumah ke tempat lain. Pada waktu itu istri B sedang hamil.
Sanksi:
Sebelum A sekeluarga pindah, perlu diadakan pesta uhus kumpang demi menghormati kehamilan istri B sambil memberikan bingkisan-bingkisan.
Pasal 58
Singer Pali Karusak Hinting (denda adat kerusakan hinting pali)
Penjelasan:
Hinting Pali bahagian dari kepercayaan (ritual adat), dapat dipasang di ladang, di muka rumah, atau di sungai, berkaitan dengan penangkal hama padi, ritual pesta atau ritual sesudah kematian selama 3, 7, 14, 21 hari masing-masing menurut keperluan. Ditandai dengan rentangan tali pendek atau panjang, pancangan tombak, gantungan daun sawang yang ditandai dengan kapur putih dan lain-lain. Barang siapa mengejek atau merusak hinting pali itu sebelum waktunya akan dituntut hukuman adat sesuai pasal ini.
Sanksi:
Denda adat sebesar 15-30 kati ramu ditambah dengan biaya pesta damai potong ayam seperlunya, yang pada hakekatnya mendamaikan diri terhadap unsur roh gaib.
Pasal 59
Singer Tadahan Ramu (denda adat jual-beli barang curian)
Penjelasan:
Si A kehilangan barang bernilai, kemudian diketahui barang itu ada ditangan C, dibelinya dari B, maka A dapat menuntut berdasarkan pasal ini melalui pemangku adat agar barang yang ada pada C diperiksa dan diperkirakan.
Sanksi:
C dan B dianggap sekongkol mencuri, barang kembali pada A kecuali kalau C mampu membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Jual beli antara C-B menjadi batal, B dihukum bayar denda singer adat sebesar 75-100 kati ramu. Jika barang itu bernilai 500 kati ramu. Ditambah dengan biaya pesta adat damai seperlunya, dan biaya perkara  ditanggung oleh yang bersalah.
Pasal 60
Singer Pahaliman/ Milim Bandung (denda adat menyembunyikan perbuatan zina orang lain)
Penjelasan:
Pria A berzina dengan wanita B, perbuatan buruk itu diketahui oleh C, agar tidak bocor rahasianya A memberi uang suruk (pahaliman) kepada C supaya diam. Kemudian perkara diketahui/terbongkar, jadi perkara A berzina dengan B dan C makan suruk.
Sanksi:
A membayar 15-30 kati ramu kepada keluarga/suami B, dan C dihukum 15-20 kati ramu bagi keluarga/suami B. A dan C menanggung biaya pesta adat dan ongkos perkara.
Pasal 61
Singer Pahaliman/Milim Takau (denda adat menyembunyikan barang curian)
Penjelasan:
Barang siapa yang ikut serta membeli, merahasiakan atau menyembunyikan barang-barang yang diketahuinya berasal dari hasil curian, lebih berat lagi jika hal itu dilakukan pada malam hari. Kemudian diketahui, walaupun mereka tidak ikut mencuri, tetapi dapat dianggap ikut membantu atau melindungi perbuatan jahat itu.
Sanksi:
Perbuatan sedemikian dapat diancam hukuman sebesar 15-30 kati ramu, sambil mengembalikan barang-barang tersebut kepada pemiliknya dan menanggung biaya perkara sesuai menurut adat setempat. Lihat pasal 28, 29, dan 30.
Pasal 62
Singer Sahukan Ramu (denda adat penyembunyian barang)
Penjelasan:
Barang siapa yang mengambil, menemukan atau kebetulan mendapat sesuatu barang milik orang lain yang hanyut atau ketinggalan, tercecer, tidak memberitahukan kepada orang pemilik barang/ menyembunyikan dengan maksud untuk memiliki.
Sanksi:
Dapat dihukum 15-30 kati ramu, berat atau ringannya tergantung dari pertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 63
Singer Karak Sirat Dahiang (denda adat merusak sifat dahiang atau firasat diri yang baik)
Penjelasan:
Si A merasa mendapat firasat dahiang, mimpi atau pertanda yang baik atau keberuntungan di rumah, di ladang, atau di tengah perjalanan, di hutan. Untuk mengokohkan pertanda itu, dia membuat sesuatu yang disebut sirat nupi atau sirat dahiang atau menggantung hajat. Baik perorangan ataupun berkelompok dengan maksud jika sudah sukses nanti akan diacarakan (dikeramatkan). Kemudian datanglah si B mengejek atau merusak sirat dahiang itu, sehingga menusuk hati/merugikan si A.
Sanksi:
Perbuatan si B dapat dihukum/didenda 15-30 kati ramu untuk si A, ditambah dengan biaya perkara dan biaya pesta adat.
Pasal 64
Singer Lulut Ramu (denda adat tambahan nilai barang)
Penjelasan:
Si A meminjam bahan bangunan rumah yang baik pada si B dengan janji talisih (akan dikembalikan sama seperti asal dan sama jumlahnya). Pada waktu A mengembalikan barang itu dengan mutu yang sangat rendah, walaupun jumlahnya sama tapi mutunya tidak sehingga merugikan B.
Sanksi:
A dapat dikenakan denda sebesar lulut (tambahan nilai 15-30 kati ramu kepada B) ditambah dengan biay perkara berat atau ringannya denda tergantung pada pertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 65
Singer Suruk Jangkut Amak (denda adat  tertangkap basah tidur di kamar wanita)
Penjelasan:
Pria A tertangkap basah (kedapatan) tidur di kamar seorang wanita, dianggap sudah berbuat zina (habandung). Hal sedemikian sangat memalukan wanita atau waris dan suami wanita itu.
Sanksi:
Pria A dihukum denda membayar singer tekap bau mate sebesar 15-30 kati ramu kepada waris wanita dan singer dusa sala sebesar 30-60 kati ramu untuk ibu-bapak wanita itu. A juga menanggung biaya perkara, berat-ringannya denda/hukuman tergantung denganpertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 66
Singer Lungkun Tapang atau Uap Huma (denda adat masuk pintu rumah)
Penjelasan:
Si A masuk rumah milik keluarga B dan si A seorang diri tanpa ada tanda suara malah bersikap bersembunyi tapi akhirnya kedapatan oleh B, langsung dianggap berniat jahat.
Sanksi:
Perbuatan si A yang semikian dapat dituntut berdasarkan pasal ini dengan denda membayar 10-15 kati ramu untuk keluarga B.
Pasal 67
Singer Pahenyek Dusa Sala (denda adat penekan zina)
Penjelasan:
Pria A suami wanita B. Pria A diketahui berbuat zina dengan wanita C dan diketahui umum bahwa C sering menggoda suami orang lain.
Sanksi:
Si A dapat dihukum 30-60 kati ramu bagi pihak wanita C dan B istri A dapat menuntut wanita C sebesar 30-45 kati ramu. Berat-ringannya tergantung dengan pengadilan dan pertimbangan para mantir adat setempat. Biaya perkara dan biaya pesta adat perdamaian ditanggung oleh A dan C.
Pasal 68
Singer Tekap Bau Mate ( denda adat menutup rasa malu muka dan mata yang tercemar khusus pihak wanita)
Penjelasan:
Pria A yang berani membujuk dan melarikan anak gadis B diluar pengetahuan orang tua dan saudara (kawin lari) atau disebut hatamput. Hal sedemikian sangat memalukan waris B.
Sanksi:
Sebelum membicarakan masalah perkawinan A dan B, terlebih dahulu pihak A membayar atau mewujudkan nilai pasal ini (tekap bau mate) denda 30-45 kati ramu untuk pihak keluarga B. Sesudah itu baru boleh dibangun mufakat mengenai jalan hadat kawin dan pesta kawin. A menanggung biaya pesta adat perdamaian dan biaya sidang.
Pasal 69
Singer Kahanjean Balai/Hatamput
Penjelasan:
Pria A dan wanita B yang sudah bertekad kawin lari ke kampung lain dengan maksud menghoindar kemarahan keluarga/warisnya yang tidak setuju dengan tekad/kehendak mereka. A dan B meminta perlindungan dari bakas lewu (orang tua tua setempat). Oleh para mantir setempat, demi menghindari perbuatan zina oleh A dan B di kampung mereka, diadakan sidang acara di balai atau di luar rumah, disitu dipotong ayam untuk makan bersama dan sebagai pernyataan A dan B dihadapan orang banyak setempat, mereka mahanjean arep atas resiko sendiri. Dengan tawur behas membeitahukan kepada panggutin petak danum bahwa tindakan ini sebagai tindakan darurat, tidak berarti memperkosa hak-hak A dan B.
Sanksi:
Para mantir adat berusaha mengembalikan mereka pada warisnya agar diadakan perkawinan yang sempurna melalui jalan adat perkawinan yang baik.
Keterangan:
Pasal ini semata-mata berlaku untuk tindakan darurat demi menghindari perbuatan zina A dan B yang nyata-nyata nakal, bandel terhadap orang-tuanya sendiri. a dan B menanggung biaya pesta adat mahanjean, upah tukang tawur dan biaya sidang balai. Acara mahanjean balai sama sekali tidak menutup kemungkinan tuntutan singer adat lainnya dari pihak waris A dan B di kampungnya sendiri.
Pasal 70
Singer Hambai Kabalongan Hasang (denda adat hambai jasa utang nyawa)
Penjelasan:
Si A menyelamatkan nyawa B dari ancaman bahaya maut, dengan demikian B berhiutang nyawa terhadap A. Kedua pihak patut melaksanakan acara hambai masak untuk mengokohkan persaudaraan.
Pelaksanaan:
Dalam acara hambai, A dan B saling memberi tanda kenang-kenangan, potong ayam atau babi, saling saki palas, makan bersama dihadapan orang banyak setempat, hambai angkat bersaudara atau hambai angkat beribu-bapak.
Pasal 71
Singer Panangkalau Dusa Sala/Palanggar (denda adat melanggar istri orang lain)
Penjelasan:
Pria A sudah kawin dan beranak berumah-tangga dengan wanita istrinya B. Kemudian pria A berbuat zina dengan wanita lain (dusa sala melanggar nangkalau istrinya). Perempuan B dapat mengajukan keberatan atas perbuatan suaminya.
Sanksi:
Pria A dapat dihukum membayar denda sebesar 30-45 kati ramu untuk anak/istrinya (B) serta menanggung biaya saki palas darah babi, biaya sidang adat damai dihadapan orang-tua demi mengembalikan rasa kerukunan.
Pasal 72
Singer Panangkalau Bawi (denda adat melangkah pilihan gadis)
Penjelasan:
Pria A ingin memilih gadis C, adik kandung B. Sedangkan gadis B belum ada pasangannya. Bagi gadis C patut merendah melayani makanan, pakaian kakak kandungnya B sebagai tanda hormat untuk palis sebutan kuman naselu batu.
Pasal 73
Singer Tungku Balu Satengah (denda adat tungkun janda setengah)
Penjelasan:
Pria A yang kawin dengan wanita B, bekas istri C yang sudah lama merantau dan tidak juga mengirim belanja bagi istrinya. Perkawinan A dengan B dapat dilaksanakan asal dijamin oleh waris B jika C datang.
Sanksi:
Si A membayar jalan hadat kawin biasa dan harus pula membayar singer tungkun balu satengah sebesar 30-60 kati ramu bagi keluarga wanita B, biaya pesta adat kawin ditanggung bersama.
Pasal 74
Hadat Sirat Kota Panduh Lewu Huma (adat sirat kota persekutuan)
Penjelasan:
Bekas lewu kepala suku A, bakal berhadapan dengan musuh atau musibah kelaparan dan bahaya lainnya dapat menjalin persahabatan atau persekutuan dengan kepala suku/bakas lewu lainnya untuk sama-sama menanggulangi tantangan pembangunan mufakat janji saling setia dan saling bantu-membantu.
Pelaksanaan:
Dalam suatu pesta damai hambai masak bertukar darah, bertukar tombak, mandau dan tanda mata, atau anak buahnya boleh kawin-mengawin (pembauran).
Pasal 75
Hadat Pananggar Balu (adat jaminan untuk kesejahteraan janda)
Penjelasan:
Wanita janda A bekas istri almarhum B yang baru saja meninggal dunia. Waris B datang dan menghimpun para orang tua setempat dengan maksud menetapkan mufakat bersama dengan waris janda A.
Pasal 76
Hadat Panyanger Sapan Panende Bunu (adat panyanger perdamaian dalam sengketa)
Penjelasan:
Dua buah keluarga besar terdiri dari pihak A dan pihak B kedua pihak masing-masing tinggal di kampung yang berjauhan atau di sungai daerah lain dan tidak ada pertalian keluarga (silsilah). Kedua pihak pernah dalam suatu sengketa berat, tetapi sudah dituntaskan secara damai. Untuk lebih memantapkan dan mewujudkan tata krama perdamaian yang sudah terlaksana maka para pemangku adat berupaya agar kedua belah pihak hasanger (berkesan atau pawarangan). Pria dari pihak A selaku pihak yang membayar singer dan wanita dari pihak yang menerima singer atau yang sebaliknya.
Pelaksanaannya:
Pesta perkawinan A dan B harus potong hewan besar seperti mulai dari:
  1. Air paduan tampung tawar
  2. Cairan bening dari telor ayam
  3. Darah ayam berbulu putih
  4. Darah babi korban
  5. Darah sapi korban
  6. Darah kerbau korban dicampur jadi satu
Untuk saki palas mempelai berdua oleh kedua waris dan bersama-sama dengan para tokoh adat setempat.
Jalan hadat kawin ditata menurut takar-gantang pihak wanita diserah, diakui, dibayar dan disanggupi oleh pihak pria.
Perkawinan A dan B ini disebut dengan sapan panende bunu selaku perwujudan perdamaian secara maksimal, menurut tata krama keadaan purba.
Penetapan menetapkan:
  1. Waris B memotong ujung rambut sang janda (membuang sial)
  2. Waris B memberi, mengganti pakaian janda dengan kain putih
  3. Waris B ikut serta menjamin kesejahteraan janda dan anak-anak
  4. Mendaftarekan harta benda A dan B demi kepentingan tiwah dan jaminan anak yatim
  5. Jika janda kawin baru, harus restu dari waris B dan A
  6. Jika juanda kawin dengan pria pilihannya sendiri, sebelum tiwah almarhum B, dapat dikenakan hukuman pelanggar raung sebesatr 30-75 kati ramu (paralel dengan pasal 14)
Pasal 77
Singer Pangaturui Hayang Lilap (denda kehilangan teman kerja)
Penjelasan:
A dan B sejak lama berteman baik. Jika keduanya bersepakat berusaha di hutan atau merantau ke tempat tertentu, terjadi musibah salah satunya sesat atau hilang. Kehilangan A menjadi tanggung jawab B. Kesempatan pertama B memberitahukan kepada siapa saja, untuk meringankan tanggung-jawab, B berupaya mencari bersama orang banyak tapi tak ketemu. Sehabis waktu 3 (tiga) bulan, kalau tidak ketemu juga, A dianggap sudah mati.
Sanksi:
Sehabis waktu 3 (tiga) bulan, B dan keluarga A mengadakan acara hambai sesudah B membayar pangaturui sebesar 30-60 kati ramu. Biaya pesta damai adat ditanggung bersama. Selanjutnya B dianggap sebagai bagian dari keluarga A.
Pasal 78
Singer Kabehu Bawi Hatue (denda adat cemburu wanita atau pria)
Penjelasan:
Pria A berumahtangga dengan wanita B. Salah satu dari keduanya sangat pencemburu sehingga menimbulkan suasana yang memalukan pihak C yang diduga tanpa alasan yang kuat dan bukti yang nyata.
Sanksi:
Baik A maupun B yang cemburu sedemikian, dapat diancam hukuman pasal ini sebesar 15-30 kati ramu bagi C yang difitnah cemburu buta. Ditambah dengan menanggung biaya sidang dan biaya pesta damai.
Pasal 79
Singer Karusak Bawi Tabela (denda adat merusak wanita dibawah umur dengan perkosaan)
Penjelasan:
Pria A yang memaksa zina wanita B di bawah umur atau memperkosa, perbuatan ini dapat dituntut, diancam hukuman berdasarkan pasal ini.
Sanksi:
Pria A dihukum 45-90 kati ramu untuk wanita B dan 90-150 kati ramu kalau wanita itu dibawah umur (sebelum anak itu datang bulan/haid)
Pasal 80
Singer Nantai bandung (denda adat jabakan zina)
Penjelasan:
Pria A berumahtangga dengan wanita B. Pria A bermain serong/tersembunyi/terselubung zina dengan wanita C. Istri A tidak mampu mendapatkan bukti-bukti kecurangan suaminya, hanya mereka selalu cekcok/berantakan berkepanjangan.
Sanksi:
Berdasarkan pasal ini, wanita B dapat menerangkan lebih dulu kepada pemangku adat bahwa si A kumpul/serong dengan wanita C. Maka B akan menuntut singer nantai bandung sebesar 45-60 kati ramu. Berat atau ringannya, tergantung pertimbangan para mantir adat setempat dan biaya pesta adat dan biaya sidang adat ditanggung bersama A dan C.
Pasal 81
Sahiring Biat Malan Manana (denda adat sahiring biat, waktu berladang)
Penjelasan:
Pada waktu kerja (handep, hinjam, harubuh malam) atau bergotong-royong kerja. Akibatnya A mendapat luka berat atau akibatnya sampai mati (kena parang atau kena kayu/ketiban kayu yang ditebangnya) oleh B pada waktu mengerjakan ladang C.
Sanksi:
Jika si A luka berat atau luka biasa, maka B dan C bersama-sama menanggung biaya obat sampai A sembuh, ditambah singer biat 15 kati ramu, saki palas, lilis manas, sanaman dan ayam hidup untuk A. Tetapi jika A sampai mati maka biaya kematian dan biaya tiwah ditanggung oleh tiga bagian antara waris A, B dan C bersama-sama.
Pasal 82
Singer Sahiring Biat Buah Dundang (denda adat mati atau luka terkena perangkap/seradang/ranjau binatang)
Penjelasan:
Siapa saja yang berbuat dundang, penjaga ladang/kebun/atau semak belukar (tanduhan), akan bertanggungjawab jika dundang itu melukai atau mematikan orang/manusia dan akan diancam hukumandengan pasal ini. Dikenakan sahiring atau biat.
Sanksi:
Kalau korbannya hanya luka ringan, maka hukumannya denda 15 kati ramu ditambah saki palas darah babidan pesta damai serta pengobatan sampai sembuh.
Kalau luka berat, cacat seumur hidup maka hukumannya pengobatan sampai sembuh tambah saki palas dengan darah ayam hidup, potong babi, pakaian sinde mendeng, dan bantuan singer 60-90 kati ramu juga biaya pesta adat damai.
Jika korban sampai mati, maka singer sahiring sebesar 100-150 kati ramu, paramuan hantu, biaya ketika kematian sampai tiwah dan biaya pesta adat damai dan biaya sidang.
Berat atau ringannya tergantung pertimbangan dari hasil komisi, apakah dundang itu ada papar atau tidak dan apakahada tanda/ciri disekitar dundang atau jalan kebun itu.
Pasal 83
Singer Papas Dawa/ Karak Tandah (denda adat pembasuh tuduhan)
Penjelasan:
Pada mulanya si A dituduh berbuat kesalhan atau didakwa melakukan tindakan yang melanggar hukum oleh si Bsehingga akibatnya sangat merugikan si A. Di dalam pengusutan selanjutnya, ternyata si A tidak bersalah. Yang bersalah dalam perkara itu adaqlah si C.
Sanksi:
Dalam hal sedemikian, si A berdasarkan pasal ini dapat menuntut singer palapas dawa sebesar 30-45 kati ramu, manuk belom, pakaian sinde mendeng, lilis peteng, sanaman pangkit dari B dan C. Tinggi atau rendahnya nilai singer tergantung dengan besar atau kecilnya perkara dan tergantung pula dengan hasil pertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 84
Singer Katiwan Gila (denda adat perbuatan orang gila)
Penjelasan:
Si A diketahui sakit gila oleh warisnya dan masyarakat tetapi dibiarkan saja oleh warisnya. Kalau terjadi si A itu melukai atau membunuh orang lain, maka pihak waris si A yang gila, B, dianggap bertanggungjawab. Pihak korban C dapat menuntut sahiring atau biat karena kelalaian pihak waris A.
Sanksi:
Singer biat himang yang seringan mungkindan singer sahiring yang ringan dan yang lainpun seringan mungkin pula dari pihak B, bagi pihak C yang menjadi korban. Sebaliknya jika si A yang gila itu, luka atau mati terbunuh, perkaranya tidak ada tetapi dirawat oleh keluarganya saja dan bisa dibantu oleh masyarakat setempat.
Pasal 85
Singer Tambalik Jela (denda adat sebutan balikan lidah)
Penjelasan:
Pihak pria A kawin dengan pihak wanita B, jalur silsilah darah dapat dibenarkan sejenjang saja, baik dititi dari jalur darah ibu maupun dari silsilah darah bapak. Tetapi, terjadi silsilah sumbang atau salah jenjang dan jika dititi dari silsilah pihak ketiga (C), akibat perkawinan keluarga terdahulu, sehingga C seolah-olah terjepit (hapit hurui). Maka dengan pasal ini, C dapat menuntut singer tabalik jela pada waktu pesta perkawinan dilaksanakan (A dan B)
Sanksi:
Pihak A dan B patut membayar untuk C sebesar paling tinggi 15 kati ramu. Sifat singer ini pada hakekatnya sebagai penangkal tabu/palis dan bukan membatalkan perkawinan.
Pasal 86
Singer Kalahi Kadama Metuh Gawi (denda adat jika berkelahi pada waktu pesta/perayaan)
Penjelasan:
Setiap ada pesta adat perkawinan, kematian dan pesta sidang adat, pesta kecil atau besar. Selama pesta itu dilaksanakan, tidak boleh ada terjadi perkelahian, persoalan, huru-hara, lebih-lebih kalaui ada terjadi luka, mengeluarkan darah banyak atau sedikit, selaku menyaingi darah hewan korban pesta yang berlaku saat itu. Jika sampai terjadi hal-hal tersebut diatas, dapat dituntut denda adat dari ketua pesta adat itu atau penanggungjawab pesta itu.
Sanksi:
Barangsiapa berbuat gara-garaatau yang luka mengeluarkan darah, dikenakan denda sebesar 1-15 kati ramu, menurut besar-kecilnya pelanggaran menurut pertimbangan ketua dat setempat.
Pasal 87
Singer Karusak Pahewan, Karamat, Rutas dan Tajahan (denda adat kerusakan)
Penjelasan:
Barang siapa merusak pahewan, karamat, tajahan atau petak rutas yaitu tempat-tempat yang sudah dianggap mempunyai makan tertentu dalam kepercayaan atau harapan seperti tersebut diatas, akan dikenakan hukuman denda berdasarkan pasal ini. Menurut pola pandangan leluhur, bahwa manusia harus berlaku sopan-santun, juga terhadap unsur-unsur roh gaib yang tak nampak itu yang mana roh gain tersebut telah diatur agar bermukim ditempat-tempat tertentu. Kalau mereka diganggu, berarti akan merusak kelestarian lingkungan.
Sanksi:
Jika seorang atau beberapa orang yang mengejek atau membakar, menebas, menebang pohon disitu atau mencuri barang dari rumah disana (keramat), akan dituntut hukuman sebesar 15-30 kati ramu untuk waris atau untuk kampung yang paling dekat tempat itu dilaksanakan sama dengan pasal 49.
Pasal 88
Singer Naranjur Kulae (denda adat kambaen/ mengecewakan pengharapan teman)
Penjelasan:
A dan B sudah sepakat akan sama-sama berangkat mencari ikan atau berburu binatang dan berusaha. Pada waktu berangkat, tiba-tiba si B tidak jadi berangkat tetapi disuruhnya C sebagai penggantinya. Langsung A merasa kecewa karena hal demikian tersebut terjadil;ah kambaen B, jalannya perburuan akan menjadi sial/tidak mendapat hasil.
Sebagai tumbalnya (palis), si B harus memberi rambutnya, potongan kuku dan pakaian serba sedikit, diberikan kepada A dan C yang kan berangkat berburu atau berusaha.
Pasal 89
Singer Takian Pulau Bua Helu/Kaleka (perkara merebut kebun buah-buahan warisan)
Penjelasan:
Si A memelihara kebun buah-buahan yang ditanam oleh beberapa generasi yang lalu, sejalan dengan riwayat turunan anak cucu, pada umumnya semua mempunyai hak warisan dengan hasil buah tersebut. Biasanya orang yang merawatnya atau yang paling dekatlah yang paling tahu silsilah para pewarisnya, tetapi tidak menutup kemungkinan dia berusaha menanam pohon-pohon baru disekitarnya untuk mengelabui atau menggelapkan kebun warisan orang banyak. Tidak jarang pula pihak-pihak B ikut untuk meluruskan hal yang sebenarnya dengan pihak C, untuk membawa keterangan dan berambisi yang berbeda sehingga terjadilah suatu kasus yang berbelit-belit.
Pelaksanaan:
Kasus demikian sangat menuntut kemampuan para mantir adat dan pemangku adat.  Diperlukan hasil komisi yang teliti, penyaksian yang luas. Sifat dan ambisi serta latar belakang yang berperkara, serta pendapat umum setempat sebagai bahan mantir dan pemangku adat untuk mempertimbangkan.
Pasal 90
Perkara Takian Holang Tana, Bahu, Kabun (perkara perselisihan batas ladang, kebun, dan bekas berladang dan bekas berkebun)
Penjelasan:
Perselisihan tata batas perwatasan, bekas ladang, bekas kebun merupakan hal yang rutin dibicarakan di lingkungan masyarakat adat. Walaupun biasa kadang-kadang menjadi persoalan/ permasalahan yang cukup rumit. Masalah pinggir sungai yang erosi, bahagian lain pinggir sungai yang bertambah, tanda batas yang tidak jelas, dan keterangan yang tidak lengkap, kesemuanya menjadi rumit persoalannya. Dua orang berselisish tata batas diperlukan bahan-bahan pendahuluan bagi para hakim adat.
Pelaksanaan:
Berita acara komisi di lapangan dan situasi lapangan, keterangan orang yang berbatasan langsung, keterangan para saksi masing-masing pihak dan pendapatumum setempat dan keterangan mereka yang berselisihan. Semuanya menjadi bahan para pemangku adat untuk mempertimbangkan keputusannya, jika perlu dipakai sistem padu atau menenung dengan sistem sumpah acara adat warisan. Dan biasanya selalu ditutup dengan pesta makan bersama, jika perkara itu sudah dapat didamaikan dengan keputusan dalam sidang adat itu.
Pasal 91
Perkara Takian Bahu Waris (perkara selisish pembagian ladang warisan)
Penjelasan:
Pembagian warisan dari sebuah rumah tangga suami-istri biasa disebut barang rupa tangan milik bersama suami-istri dengan hak yang sama. Secara umum, jika mereka resmi bercerai atas kehendak berdua, kecuali jika mereka ada anak (seberapa anaknya dibagi rata). Pada umumnya pula, jika seorang tua membagi harta kekayaannya baik harta di dalam maupun harta di luar rumah digunakan untuk:
  1. Cadangan untuk tiwah (dua orang laki/istri)
  2. Cadangan hari tua dan biaya kematian/penguburan
  3. Selain itu, hartanya ditata dibagi sama untuk semua anak
Inilah pedoman umum keadatan warisan.
Pedoman pelaksanaan:
  1. Mempelajari riwayat harta warisanyang disengketakan
  2. Anak yang mana tempat yang terakhir sang pemilik harta
  3. Daftar inventaris harta benda keseluruhan
  4. Bagaimana penyelesaian jenasah, penguburan dan pelayanan tulang-belulang almarhum berdua
  5. Daftar pewaris yang berhak dan apa, serta siapa yang menerimanya.
Inilah yang menjadi pedoman pelaksanaan bagi para pemangku adat dan jika perlu ditunjang dengan sistem sumpah secara adat.
Pasal 92
Hadat Panggul, Sapindang, Tatas lauk, Rintis Pantung, Tanggiran Sungai dan Danau (adat-istiadat mengenai macam-macam hak panggul, sapindang, tatas handel, tatas ikan, rintis jalutung, tanggiran, sungai dan danau)
Penjelasan:
Pada mulanya sejak jaman purbakala, segala macam hak dan kewajibvan, semuanya ditata, diurus, serta ditanggulangi dengan adat istiadat. Kemudian sejalan dengan perkembangan jaman dan jangkauan lembaga pemerintah daerah dengan ragam peraturan daerahnya, sehingga beban dan kewenangan lembaga adat kademangan semakin ringan dalam bidang fisik, materi, tetapi yang bertambah dibidang beban sikap moral. Adat-istiadat yang yang masih hidup dalam masyarakat perihal tersebut diatas dalam hal ragam usaha rakyat sambil mencari relevansnya dengan peraturan yang berlaku.
Penanggulangan:
Bagi para pemangku adat, dalam hal menanggulangi perselisihan atau perkara yang terjadi sepanjang apa yang tersebut di atas, tetap berprinsip pada hal sebagai berikut:
  1. Riwayat materi yang disengketakan, komisi lapangan, keterangan pihak yang terdekat, tekanan pada hak pendahulu
  2. Kadaluwarsaan dan keterangan para saksi, pendapat umum setempat, sumpah adat dan pesta perdamaian adat tetap menjadi mekanis, sistimatika pengusutan dan penutupan.
Pasal 93
Hadat Sapan Pahuni (adat mengenai kepahunan)
Penjelasan:
Latar belakang adat kebiasaan ini, apa yang disebut apa yang disebut kapahunan atau pahuni bertolak dari pola pandangan tiga besar indera tubuh yaitu pendengaran, penglihatan, dan perasaan, mewakili  bereng, hambaruan, dan salumpuk (badan, jiwa dan roh). Justru itu, jika ada orang lain, dengan suaranya mengajak makan yang sudah tersedia, wajiblah dirasa walaupun dengan sentuhan fisik untuk menjangkau kepahunan suatu persyaratan alamiah yang bersifat pribadi.
Sanksi:
Adat kebiasaan ini akhirnya membudaya, menumbuhkan anggapan jika tidak dipenuhi tuntutan pra syarat tersebut diatas, maka terancamlah tubuh ini oleh musibah (luka, jatuh sakit, sial dan lain-lain) yang bisa mengakibatkan fatal. Lebih-lebih jika terhadap darah binatang korban, walaupun tidak sempat ikut makan dagingnya, asal sempat menyentuh darahnya, sudah cukup menjadi penangkal sumpah kepahunan (palis pahuni). Dalil lain dasar pandangan ini, bahwa tubuh kita yang tunggal terdiri dari tiga satuan unsur yang terpadu yaitu tubuh, jiwa dan roh.
Pasal 94
Hadat Hasapa/Hasumpah (adat mengenai sumpah)
Penjelasan:
Adapun latar nelakang adat warisan ini berpangkal dari pola pandangan hidup para leluhur, bahwa makhluk manusia ini sejak awal sudah dibekali dengan pesan-pesan sang Ranying (Tuhan Yang Maha Esa) untuk memiliki kemampuan menjadi pengurus lingkungan hidup di dalam dunia ini yang meliputi lima unsur: flora, fauna, manusia, arwah dan roh gaib. Dengan demikian, sistimatika apa yang disebut dalam bahasa daerah ‘belom bahadat’ termasuk hadat hasumpah, hasapa.
Pelaksanaan:
Dalam suatu acara khusus, sarana pimpinan seorang pisur (tukang tawur) sebagai menghidupkan fisik beras, diperintahkan menjemput beberapa roh gaib tertentu dan ilah-ilah tertentu pula, diundang, diperintahkan hadir serta berkarya sesuai tujuan acara khusus tersebut.
Kewibawaan:
Acara hasapa/hasumpah sedemikian itu hanya boleh dilakukan dalam suasana yang serius demi menegakkan nilai kebenaran terhadap perbuatan manusia yang sangat relatif. Dengan mekanisme itu, bukan wibawa manusia yang dipertaruhkan, akan tetapi wibawa tuhan yang dilibatkan.
Sistem padu, nenung ngundik (sistem meramal dengan daya roh gaib)
Sistem ini caranya lebih sederhana dan resikonya agak ringan serta tidak mengancam jiwa orang yang berbohong dalam memberi keterangan atau kesaksian dalam suatu sidang adat.
Juga, melalui tukang tawur yang memerintahkan roh beras untuk menjemput supaya roh gaib tertentu agar aktif berkarya melalui jari tangan orang yang berselisih dengan memilih, meraba (pisih) di dalam pasu yang berisi air dan sudsah dicirikan di muka umum (mirip permainan anak-anak).
Atau kedua orang yang berselisish, diberikan sedikit beras ketan yang sudah dibacakan doa untuk kemudian dikunyah, kemudian diludahkan diatas dulang yang mirip dimana cairannya yang kental mengalir menjadi pertanda benar atau salahnya keterangan seseorang.
Dapat pula masing-masing diberi kesempatan mendirikan sebutir telur ayam yang sudah dibaca diatas batang sumpitan yang sudah dilumuri minyak kelapa. Pihak yang salah selalu tidak mampu berdiri dan sebaliknya pihak yang benar akan mudah mendirikan telur diatas batang sumpitan tadi. Memang aneh, tapi nyata, karena unsur gaib ikut berkarya.
Pasal 95
Adat Eka Malan-Manana, Satiar Bausaha (adat tempat berladang dan tempat berusaha)
Penjelasan:
Latar belakang pemikiran leluhur, cenderung pada umumnya memilih lokai permukimandisekitar muara sungai sebab tanahnya agak subur, juga kemungkinan peranan sungai menjadi sarana jalan masuk hutan yang praktis dan memberi kemudahan tempat berusaha dan bercocok tanam serta untuk berburu. Sejak purbakala, sejangkau bunyi/suara pikulan gong yang menjadi satu-satunya alat pemancar bunyi yang nyaring untuk memanggil warga kampung yang sedang berusaha jika ada keperluan yang mendadak di kampung. Dalam radius kurang lebih 5 km keliling kampung (kiri dan kanan) sungai tempat permukiman penduduk dijadikan wilayah tempat bercocok tanam, berladang, berburu, dan berusaha secara turun-tenurun, membudaya mengakar  menjadi adat kebiasaan yang tidak mudah dibasuh (secara awam, itulah apa yang dimaksud dengan hak ulayat adat).
Berkaitan dengan perobahan jalan, tentunya membawa ragam peralihan suasana membawa ragam peralihan suasana termasuk pula mempengaruhi pola pandangan yang semakin meluas sekaligus menuntut kemampuan masyarakat nusantara berpikir secara nasional, bertindak lokal dan yang wajar.
Sikap mewarisi nilai-nilai tradisional bukan seperti kita menarik mundur, tetapi menggali nilai-nilai positif untuk memperkokoh daya tekan terhadap nilai budaya yang negatif/asing yang melanda kebersamaan dengan ragam ilmu pengetahuan modern yang kita undang-undangkan dan perlukan.
Berhadapan antara perundang-undangan di satu pihak dan ragam adat-istiadat, kejelian kita diperlukan untuk menata, menggali relevansi yang berujud peraturan setempat dengan sebijak mungkin. Bukan untuk dipertentangkan tetapi untuk menjade renungan.
Menyangkut tempat berladang dan bertani serta lapangan berusaha, mutlak, karena menyangkut perut dan nafas hidup masyarakat adat rakyat Kalimantan pada umumnya dan ini tidak terlepas dari sasaran pembangunan yang sedang kita gumuli bersama.
Dalam rangka itu, dihimbau, jika kita memperhatikan UU Pokok Agraria, UU Kehutanan, dibanding dengan kebiasaan (adat) masyarakat Dayak Ngaju, terutama di daerah pedalaman yang pada umumnya masih makan hasil hutan, memang tidak mudah menyesuaikan diri dengan pola kehidupan modern seperti yang dimaksudkan oleh peraturan perundang-undangan tersebut. Lapisan bawah belum siap atau belum dipersiapkan berkenaan dengan pelaksanaan HPH, hak ulayat adat dan status desa permukiman. Bukan bermaksud mengubah UU tapi peraturan pelaksanaannya agar diperlunak bagi rakyat kecil. Damikian pula problema keagrariaan yang dalam proses pertelaan, para pemangku adat tidak diikutsertakan. Semoga dapat ditinjau kembali dalam peraturan pelaksanaannya di lapangan, untuk kelancaran bagi tujuan UU Pokok Agraria itu di daerah Kalimantan Tengah.
Pasal 96
Kasukup Singer Belom Bahadat (kelengkapan denda adat hidup kesopanan, beretika, bermoral yang tinggi)
Penjelasan:
Adapun ungkapan belom bahada adalah ungkapan yang lebih dominan bagi setiap orang suku Dayak Ngaju pada umumnya. Dapat dikatakan bahwa ungkapan ini merupakan kunci positif nilai kepribadian tradisional warisan asli daerah, warisan turun-temurun yang meliputi ruanmg lingkup peri hidup dan kehidupan serta kemanusiaan dalam arti fisik, mental dan spiritual. Sifat dan hakekat norma hukum adat ini, tidak hanya meliputi tata krama antar manusia saja, tetapi mencakup unsur flora, fauna, manusia, para arwah, roh gaib, dimana kedudukan manusia tampil sebagai pengurus lingkungan hidup dengan mekanisme tata krama belom bahadat (tata kesopanan yang menyeluruh), sopan terhadap unsur yang tampak maupun yang tidak tampak.
Pelaksanaan:
Segala bentuk peristiwa tidak terlepas dari hukum sebab-akibat, penyebabnya senantiasa dicari di dalam atau di sekitar lingkungan hidup sendiri. Tumbalnya serta kelestariannya pun harus mampu diurus oleh manusia. Segala bentuk pelanggaran atau pencemaran lingkungan hidup yang tidak termuat dalam pasal-pasal norma adat ini akan dipatutkan oleh tokoh pemangku adat setempat guna mencapai keserasian, kelestarian dan keseimbangan alam, lingkungan hidup lahir-batin.***
*Dari Kumpulan Tulisan Yather Nathan Ilon* berjudul Belom Bahadat. Yather Nathan Ilon, Damang Kepala Adat Kec. Basarang dan Kuala Kapuas sejak 1974-……Ditulis ulang dengan sedikit perbaikan tata bahasa oleh Andriani S. Kusni.